Kementerian Luar Negeri AS bahkan menawarkan hadiah 5 juta dolar AS atau Rp80 miliar bagi siapa saja yang mampu memberikan informasi mengenai ke empat buron tersebut.
Imbalan yang dijanjikan ini berasal dari program Rewards for Justice (RFJ) yang dikelola oleh departemen Layanan Keamanan Diplomatik.
Sejak dimulainya pada tahun 1984, program RFJ telah memberikan dana lebih dari 250 juta dolar AS kepada lebih dari 125 negara dan individu di seluruh dunia yang memberikan informasi untuk membantu mencegah terorisme dan mengatasi ancaman keamanan nasional AS.
Para pelaku menggunakan samaran Han Jiho, Jun Chunji dan Xu Haoran, dan Zhonghua yang merupakan manajer kelompok ini.
Terungkapnya kasus empat warga Korea Utara terjadi selama penyeledikan yang dilakukan pengadilan terhadap seorang wanita dari Arizona, Christina Chapman.
Chapman didakwa dengan sembilan dakwaan termasuk konspirasi untuk menipu AS. Dia membantu para pekerja mendapatkan identitas sah warga negara AS, dan menerima dan menghosting komputer laptop yang diberikan kepada mereka agar terlihat bahwa para pekerja itu memang berbasis di AS
"Selama Oktober 2020 sampai Oktober 20024 Chapman membantu para pekerja IT dari Korea Utara mendapatkan pekerjaan untuk pengembangan perangkat lunak dan aplikasi jarak jauh dengan perusahaan di berbagai sektor dan industri," ungkap
Yonhap News pada Senin (20/5).
Mereka menggunakan identitas palsu milik lebih dari 60 warga AS asli. Kendati demikian para pekerja Korea itu gagal mendapatkan pekerjaan serupa di dua lembaga pemerintahan AS.
Aksi para pelaku berhasil menghasilkan uang sebesar 6,8 juta dolar AS yang diserahkan kepada pemerintah Korea Utara.
Para pekerja Korea Utara yang dimaksud diduga mempunyai hubungan dengan Departemen Industri Mesiu di Korea Utara yang mengawasi pengembangan rudal balistik, produksi senjata, dan penelitian rezim dan program pengembangan.
BERITA TERKAIT: