Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada Rabu (27/3) menyebut EDTF akan dikerahkan untuk mengganggu jaringan pengadaan minyak olahan Korea Utara termasuk mengungkap kegiatan penghindaran sanksi.
EDTF juga akan menerapkan sanksi sepihak terhadap sektor swasta dan pihak ketiga di seluruh wilayah yang secara sadar atau tidak sengaja memfasilitasi pengiriman minyak ke Korea Utara.
"Di masa depan, gugus tugas tersebut dapat menargetkan area penghindaran sanksi lainnya, termasuk penjualan batu bara," tambah laporan tersebut, seperti dimuat
Al-Arabiya. Menurut laporan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, pertemuan pertama EDTF telah digelar di Washington pada Selasa lalu (26/3).
"Pertemuan tersebut melibatkan lebih dari 30 pejabat dari kementerian dan lembaga yang membidangi diplomasi, intelijen, sanksi, dan larangan maritim," bunyi laporan tersebut.
Dalam kesempatan itu, kedua belah pihak menyatakan keprihatinan atas kemungkinan Rusia menyediakan minyak olahan ke Korea Utara, dan membahas cara-cara untuk menangguhkan kerja sama ilegal antara Moskow dan Pyongyang.
“Minyak adalah sumber daya penting bagi pengembangan nuklir dan rudal serta postur militer Korea Utara,” kata Kemlu Korea Selatan.
Berdasarkan pembatasan DK PBB yang diberlakukan atas program senjata nuklir dan rudal Korea Utara, Pyongyang dibatasi untuk mengimpor 4 juta barel minyak mentah dan 500.000 barel produk olahan per tahun.
Ada kemungkinan besar Rusia akan memveto resolusi PBB yang menyerukan kelanjutan mandat panel ahli yang memantau sanksi terhadap Korea Utara.
Panel ahli PBB yang memantau penerapan sanksi mengatakan bulan ini bahwa kapal tanker berbendera Korea Utara mungkin telah mengirimkan lebih dari 1,5 juta barel produk minyak sulingan antara 1 Januari dan 15 September tahun lalu.
Amerika Serikat dan Korea Selatan mengatakan Korea Utara telah memasok senjata ke Rusia untuk digunakan di Ukraina. Sementara Rusia dan Korea Utara telah membantah hal ini meskipun mereka berjanji untuk memperkuat kerja sama militer.
BERITA TERKAIT: