Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pernikahan Palsu, Modus Baru Perdagangan Perempuan Filipina

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jonris-purba-1'>JONRIS PURBA</a>
LAPORAN: JONRIS PURBA
  • Senin, 25 Maret 2024, 04:09 WIB
Pernikahan Palsu, Modus Baru Perdagangan Perempuan Filipina
Seorang aktivis perempuan Filipina dalam aksi Hari Perempuan Sedunia bulan Februari 2024./SCMP
rmol news logo Otoritas keimigrasian Filipina telah mengungkap tipu muslihat yang rumit untuk memperdagangkan perempuan Filipina ke Tiongkok. Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini menggunakan kedok pernikahan. Dikhawatirkan, tindak pidana perdagangan orang ini memiliki kaitan dengan jaringan kejahatan terorganisir.

South China Morning Post melaporkan, baru-baru ini seorang perempuan Filipina  dicegat ketika mencoba meninggalkan Filipina dengan warga negara Tiongkok yang menyamar sebagai pasangannya. mereka mengantongi surat nikah yang tampaknya asli. Pasangan itu dalam perjalanan menuju Shenzhen.

“Ini jelas merupakan kasus dari skema pengantin pesanan yang muncul kembali baru-baru ini,” kata Komisaris Norman Tansingco dari Biro Imigrasi Filipina.

Pasangan yang ditangkap itu memperlihatkan surat nikah yang sah dari Filipina. Namun, perbedaan dalam laporan mereka menimbulkan kecurigaan di kalangan petugas. Perempuan tersebut mengaku membayar sejumlah besar uang untuk pengadaan dokumen tersebut, jumlah yang jauh melebihi rata-rata pendapatan bulanan di Filipina.

Dalam insiden lain di bulan Februari, skenario serupa terjadi, yang menyebabkan seorang perempuan Filipina dilarang berangkat bersama seorang lelaki Tiongkok yang mengaku sebagai pasangannya. Surat nikah mereka tampaknya sah, namun pemeriksaan terhadap riwayat perjalanan pria tersebut menunjukkan adanya ketidakkonsistenan.

Biro tersebut, yang telah mencegat empat pasangan tahun ini, menyatakan keprihatinan atas kemampuan para pelaku TPPO mendapatkan dokumen asli. Investigasi telah dimulai oleh bagian anti-penipuan di biro imigrasi mengenai bagaimana sertifikat ini diterbitkan, dan mendesak penyelidikan lebih lanjut oleh Departemen Kehakiman dan Dewan Antar-Lembaga Anti Perdagangan Manusia, kata laporan SCMP.

Nathalie Africa-Verceles dari Universitas Filipina menyoroti bahwa sifat sah dari dokumen pernikahan menyiratkan keterlibatan kejahatan terorganisir. Dia menunjukkan potensi tidak dilaporkannya jumlah perempuan yang terjebak dalam skema tersebut.

Sumber daya yang terbatas dan kurangnya pelatihan khusus cukup menantang aparat hukum mendeteksi kasus TPPO, termasuk modus pernikahan palsu, kata Ross Tugade, seorang pengacara hak asasi manusia.

Filipina telah memberlakukan Undang-undang Anti-Perdagangan Manusia. Namun, implementasi efektif undang-undang ini tetap penting, tambah laporan SCMP.

Kebutuhan ekonomi dan rendahnya kesadaran di kalangan perempuan mengenai undang-undang ini menimbulkan tantangan tambahan, menurut Africa-Verceles, yang menekankan bahwa kelompok yang paling berisiko adalah perempuan muda dengan pendapatan dan tingkat pendidikan rendah, terutama mereka yang menjadi pengungsi internal.

Jean Enriquez, seorang aktivis anti-perdagangan manusia, menghubungkan skema perdagangan manusia dengan peningkatan investasi Tiongkok dalam operasi permainan lepas pantai Filipina atau Philippine offshore gaming operations (POGO), yang telah dikaitkan dengan berbagai kejahatan.

Enriquez mendesak akuntabilitas pembeli dalam rantai perdagangan manusia dan menyoroti perlunya lapangan kerja lokal yang berkelanjutan dan dukungan bagi komunitas rentan di Filipina, serta Tiongkok menangani sisi permintaannya untuk mengekang perdagangan manusia secara efektif. rmol news logo article
EDITOR: JONRIS PURBA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA