Hal itu diungkap oleh seorang pengamat perang dan keamanan Asia Timur di King’s College London, Alessio Patalan, dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari NPR pada Sabtu (23/12).
Dikatakan Patalano, China meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan melalui taktik “zona abu-abu” untuk mempengaruhi pemilihan presiden yang akan digelar awal tahun depan.
"Tekanan militer dan ekonomi adalah cara yang disukai China untuk mengintimidasi Taiwan dan berupaya mempengaruhi pemilu," ungkapnya.
Mantan Kepala Staf Umum, Lee Hsi-ming mengatakan bahwa aktivitas militer di dekat perairan Taiwan memberikan China peluang untuk menguji kekuatan militernya.
Menurutnya Taiwan harus berhati-hati merespon provokasi militer China. Sebab Beijing mungkin memiliki lebih banyak senjata yang bisa melemahkan Taipei.
"Taiwan memiliki kemampuan respons yang terbatas, karena China mungkin memiliki kekuatan militer yang lebih besar," kata Lee.
Saat ini, Taiwan memiliki sekitar 169.000 personel yang bertugas aktif di angkatan bersenjatanya dan 2 juta pasukan cadangan.
Sementara China mempunyai lebih dari 2 juta personel aktif yang merupakan angkatan bersenjata terbesar di dunia.
Di sisi lain, pengamat politik Universitas Nasional Chung Hsing, Tsui Chin-kuei menilai taktik “zona abu-abu” cenderung tidak memberikan hasil yang diinginkan China.
Dia merujuk pada hasil jajak pendapat yang menyebut bahwa lebih dari separuh warga Taiwan mendukung kunjungan ketua DPR AS dan di bawah 10 persen menganggap China sebagai mitra yang dapat dipercaya.
BERITA TERKAIT: