Meksipun tidak ada tanda-tanda Turki menyokong Hamas, tetapi Wakil Menteri Keuangan AS untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan, Brian Nelson mendesak agar Erdogan membatasi hubungan dengan kelompok militer asal Palestina itu.
Erdogan menolak tegas saran dari Nelson. Dia menekankan bahwa Turki tidak memandang Hamas sebagai organisasi teroris, melainkan merupakan bagian dari partai politik di Palestina yang mengikuti pemilihan umum.
"Pertama-tama, Hamas adalah realitas Palestina, mereka adalah partai politik di sana dan mereka mengikuti pemilu sebagai partai politik dan menang,” tegasnya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari
The Defense Post pada Senin (4/12).
Dia juga menyebut keputusan Turki untuk tetap menjalin hubungan dengan Hamas didsarkan pada kepentingan dan harapan rakyat mereka.
"Saya yakin lawan bicara kami menghargai langkah kebijakan luar negeri Turki yang konsisten dan seimbang dalam krisis dan konflik kemanusiaan," kata Erdogan.
Erdogan telah menjadi salah satu kritikus paling vokal di dunia Muslim terhadap taktik militer Israel di Gaza.
Dia memanggil kembali utusan Ankara untuk Tel Aviv dan menuntut agar para komandan dan pemimpin politik Israel diadili atas “kejahatan perang” di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.
Erdogan sekarang menyebut Netanyahu sebagai “tukang jagal Gaza” dan membahas prospek pemimpin Israel tersebut diadili di Den Haag.
“Harapan kami adalah para pelaku genosida, para penjagal Gaza yang tertangkap basah terutama Netanyahu akan menerima hukuman yang adil,” kata Erdogan.
Israel pada Jumat (1/12) kembali melancarkan serangan udara setelah kedua pihak gagal memperpanjang gencatan senjata selama enam hari.
Hamas melakukan serangan mendadak ke Israel Selatan pada 7 Oktober lalu yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 warga Israel.
Israel kemudian melakukan serangan balasan dan menurut laporan otoritas kesehatan Gaza, korban perang di sana mencapai lebih dari 15 ribu orang.
BERITA TERKAIT: