Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat China Ungkap Alasan Sebenarnya Serangan Badai Al Aqsa, Arab Saudi Ikut Terseret

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 09 Oktober 2023, 11:51 WIB
Pengamat China Ungkap Alasan Sebenarnya Serangan Badai Al Aqsa, Arab Saudi Ikut Terseret
Pasukan keamanan Israel mengambil posisi di jalan menyusul infiltrasi massal oleh kelompok bersenjata Hamas dari Jalur Gaza, dekat Sderot di Israel selatan pada 8 Oktober 2023/Net
rmol news logo Konflik Palestina dan Israel kembali memanas sejak akhir pekan, yang ditandai dengan serangan ribuan roket oleh militan Hamas ke Israel dan menyebabkan ratusan orang dari kedua pihak meninggal dunia.

Pengamat China mengatakan serangan mendadak itu, yang sebagian besar dipicu oleh niat Hamas untuk mengganggu normalisasi Arab Saudi-Israel yang didukung AS, akan membayangi gelombang rekonsiliasi yang baru-baru ini terjadi di Timur Tengah, dan menjadi pengingat yang keras bahwa rekonsiliasi hanya akan berumur pendek karena konflik Palestina-Israel masih belum terselesaikan.

Mereka juga yakin konflik ini akan memberikan pukulan berat terhadap kebijakan Washington di Timur Tengah, termasuk mengganggu jalur perdagangan baru India-Timur Tengah yang didukung AS, sebuah rencana yang bertujuan untuk menantang China.

Wen Shaobiao, pakar dari Universitas Studi Internasional Shanghai, bahkan mengatakan konflik akan semakin meningkat dalam beberapa hari berikutnya, karena Israel telah menanggapi serangan Hamas dengan melakukan mobilisasi perang.

"Pemerintahan Netanyahu selalu bersikap keras terhadap konflik Palestina-Israel," kata Wen, seperti dikutip dari Global Times, Minggu (8/10).

"Netanyahu akan menghadapi krisis politik yang parah jika dia tidak memberikan tanggapan yang kuat terhadap serangan ini," ujarnya.

Namun, Wen yakin konflik ini akan mereda dalam waktu beberapa minggu melalui mediasi negara-negara besar di kawasan dan internasional, seperti Mesir dan Amerika Serikat.

Militan Hamas menembakkan ribuan roket dan mengirim puluhan pejuang ke kota-kota Israel di dekat Jalur Gaza dalam serangan mendadak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada hari libur besar Yahudi, Sabtu (7/10).

Ini dianggap sebagai serangan paling serius terhadap Israel dalam satu generasi. Hamas menyebut serangan itu sebagai Operasi Badai Al Aqsa, yang dikatakan sebagai respons terhadap penodaan Masjid Al Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim.

Direktur Institut Penelitian Tiongkok-Arab di Universitas Ningxia, Li Shaoxian, mengomentari alasan utama serangan.

"Salah satu alasan yang lebih mendalam atas serangan ini adalah untuk mengganggu negosiasi normalisasi Israel-Saudi, yang terutama difasilitasi oleh Washington," kata Li.

Para ahli mengatakan, Hamas khawatir jika Arab Saudi menormalisasi hubungan dengan Israel, negara-negara Arab lainnya mungkin akan melakukan tindakan serupa, yang akan berdampak buruk bagi Palestina.

Mereka mencatat bahwa semua kekuatan di Palestina menentang negara-negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel, dan meminta penyelesaian konflik Palestina-Israel sebagai prasyarat bagi negara-negara Arab untuk memperlancar hubungan dengan Israel.

Beberapa pakar China juga yakin serangan mendadak itu mungkin tidak hanya mengganggu negosiasi proses normalisasi Israel-Saudi, namun juga kemungkinan mengurangi rasa saling percaya yang baru terjalin antara Arab Saudi dan Iran, yang memulihkan hubungan diplomatik di bawah mediasi China.

Presiden AS Joe Biden seolah mengipasi konflik setelah menawarkan dukungan kepada Israel pada Sabtu, dan memperingatkan pihak mana pun yang memusuhi Israel untuk tidak mencari keuntungan.

Para ahli mengatakan konflik ini pastinya akan sangat menghambat kebijakan AS di Timur Tengah. Contoh terbaru adalah rencana Biden membangun jaringan transportasi skala besar dengan India, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Jika Arab Saudi dan Israel ingin menormalisasi hubungan, sistem kereta api dapat mencakup Israel, sehingga memperluas jangkauan proyek ke Eropa melalui pelabuhan laut Israel, menurut Axios.

"China telah memahami inti dari penyelesaian konflik Palestina-Israel, sebagaimana tercermin dalam pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri pada hari Minggu," kata Liu Zhongmin, seorang profesor di Institut Studi Timur Tengah di Universitas Studi Internasional Shanghai.

Ia mencatat bahwa menerapkan solusi dua negara dan membangun Negara Palestina yang merdeka akan menempatkan konflik Palestina-Israel di meja perundingan, dan kemudian bergerak untuk mendorong rekonsiliasi antara Israel dan dunia Arab.

“Gelombang rekonsiliasi di Timur Tengah tidak akan bertahan lama karena konflik Palestina-Israel masih belum terselesaikan,” kata Liu.

“AS telah membuat rencana untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel tanpa melibatkan Palestina, dan kemudian mereka memaksakan rencana tersebut terhadap Palestina,” kata Liu, seraya menambahkan bahwa rencana AS saat ini untuk mendorong lebih banyak negara Arab untuk berdamai dengan Israel telah mendorong Palestina untuk melakukan hal yang sama.

Para ahli juga mengatakan bahwa sikap China yang tidak memihak dalam memediasi kontradiksi antara negara-negara Timur Tengah telah diakui secara luas oleh masyarakat internasional dan telah mencapai hasil yang signifikan dengan dimulainya kembali hubungan diplomatik Arab Saudi-Iran.

Salah satu contohnya, kata para ahli, adalah keberhasilan China dalam menengahi perundingan Arab Saudi-Iran dapat menjadi teladan dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel, meskipun hal tersebut merupakan akibat dari konflik yang lebih rumit. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA