Keputusan tersebut diumumkan oleh Perdana Menteri Fumio Kishida pada Selasa (22/8), setelah melakukan pertemuan dengan para menterinya.
Dimuat
The Mainichi, keputusan untuk membuang air limbah nuklir ke laut muncul meskipun ada kekhawatiran di kalangan nelayan dan penolakan keras dari China.
Di dalam negeri, nelayan lokal menentang rencana pelepasan air di tengah kekhawatiran produk makanan laut mereka dapat terancam. Mempertimbangkan ketakutan dari komunitas nelayan, pemerintah telah memutuskan untuk membuang air yang telah diolah sebelum dimulainya musim penangkapan pukat di Fukushima pada September.
Mencoba meyakinkan para nelayan untuk menyetujui rencana pemerintah, Kishida mengunjungi kompleks nuklir Fukushima Daiichi pada Minggu (20/8) dan berbicara dengan kepala federasi perikanan nasional Jepang keesokan harinya di kantor perdana menteri.
Pembuangan air limbah nuklir dilakukan karena sejumlah besar air telah terkumpul di lokasi tersebut sejak kecelakaan nuklir 2011 yang dipicu oleh gempa bumi dahsyat dan tsunami.
Pada April 2021, pendahulu Kishida, mantan Perdana Menteri Yoshihide Suga, memberikan persetujuannya untuk pelepasan air ke Samudra Pasifik dalam waktu sekitar dua tahun.
Bulan lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyimpulkan bahwa rencana Jepang sejalan dengan standar keselamatan global dan akan memiliki "dampak radiologis yang dapat diabaikan pada manusia dan lingkungan".
Sementara beberapa negara Eropa telah mencabut pembatasan impor makanan Jepang, China telah memperkenalkan pengujian radiasi menyeluruh pada produk makanan laut dari tetangganya dalam upaya nyata untuk mendesak Tokyo menghentikan rencananya.
BERITA TERKAIT: