Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah mengatakan, meskipun Indonesia bukan anggota resmi BRICS, namun kehadiran Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tersebut dapat semakin meningkatkan pengaruh dalam perbincangan seputar ekonomi dengan para anggota BRICS.
"Walaupun RI tidak bergabung, kehadiran ini dapat memperkuat posisi runding RI dalam isu-isu ekonomi dengan masing-masing anggota BRICS," ujar Rezasyah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/8).
Dalam penjelasannya, Rezasyah juga menyebut bahwa kehadiran Jokowi memiliki serangkaian potensi menguntungkan bagi Indonesia, khususnya meningkatkan kedekatan dengan negara-negara anggota BRICS yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Di samping itu, pertemuan tersebut juga dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengetahui posisi terkini Rusia mengenai perang di Ukraina, posisi China terkait kode etik Laut China Selatan dan ASEAN Outlook on Indo-Pacific, mendukung India dalam mensukseskan KTT G20, membangun kesepahaman dengan Brasil perihal lingkungan hidup, hingga meningkatkan kerja sama dengan Afrika Selatan dalam kerangka New Asia Asia Africa Strategic Partnership (NAASP).
"Kedatangan Presiden Jokowi di KTT BRICS dapat memberikan banyak manfaat," ucapnya.
Indonesia juga disebut akan memiliki keuntungan psikologis dari kehadiran KTT tersebut, guna mengoptimalkan KTT ASEAN yang diselenggarakan bulan depan.
Namun, meskipun memiliki berbagai keuntungan dan manfaat, kabar mengenai bergabungnya RI ke BRICS dinilai Rezasyah akan sedikit merugikan, mengingat Indonesia bukan negara pendiri kelompok tersebut.
"Karena Indonesia bukan negara pemrakarsa, maka RI memerlukan upaya ekstra dalam menyesuaikan visi dan misi dengan BRICS, untuk merancang program-program kerja lintas benua," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: