Pemerintah Inggris pada Rabu (12/7) mengumumkan sanksi terhadap tiga bisnis yang terkait dengan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), dan tiga yang terkait dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter.
Seperti dikutip dari
Al Jazeera, Sistem Industri Pertahanan (DIS) dan dua entitas lainnya masuk ke dalam daftar hitam karena membiayai dan memberikan dukungan kepada tentara dan komandan utamanya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
Menurut pemerintah Inggris, tiga entitas tersebut membiayai jenderal Sudan, dan memiliki lebih dari 200 perusahaan yang menghasilkan laba tahunan sebesar 2 miliar dolar (Rp 29 triliun).
Selain itu negara tersebut juga telah menjatuhkan sanksi kepada entitas yang membiayai dan mempersenjatai RSF, dengan memberikan sanksi kepada Al-Junaid, konglomerat yang konon didirikan oleh pemimpin pasukan paramiliter, Jenderal Mohamed Hamdan "Hemedti" Dagalo, bersama dengan dua perusahaan lainnya.
Seluruh upaya itu dilakukan untuk menekan pihak yang bertikai agar terlibat dalam proses perdamaian dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
“Sanksi ini secara langsung menargetkan mereka yang tindakannya telah menghancurkan jutaan nyawa. Kedua belah pihak telah melakukan beberapa pelanggaran gencatan senjata dalam perang, yang sama sekali tidak dapat dibenarkan,” kata Menteri Luar Negeri James Cleverly dalam sebuah pernyataan.
Akibat konflik tersebut, warga sipil yang tidak bersalah terus menghadapi dampak yang menghancurkan dari permusuhan, dengan ratusan nyawa telah meninggal dunia, dan ribuan lainnya mengalami luka-luka.
"Kami tidak dapat hanya duduk dan menonton karena uang dari perusahaan-perusahaan ini, semua pendanaan RSF atau SAF, dihabiskan untuk konflik yang tidak masuk akal ini. Untuk itu kami menjatuhkan sanksi ini," pungkas Cleverly.
BERITA TERKAIT: