Meski tidak lazim, pernikahan ini merupakan bagian dari upacara tradisional yang diyakini dapat membawa keberuntungan. Bagi masyarakat lokal, reptil mewakili seorang putri.
"Saya menerima tanggung jawab karena kami saling mencintai. Itulah yang penting. Anda tidak dapat menikah tanpa cinta. Saya menyerah menikah dengan perempuan," kata Sosa saat ritual, seperti dikutip
AFP, Minggu (2/7).
Ritual pernikahan ini telah dilakukan selama 230 tahun untuk memperingati perdamaian antara kelompok pribumi Chontal dan Huave. Walikota sendiri digambarkan sebagai raja Chontal. Dengan menikahi reptil, ia dianggap telah menyatukan dua kelompok.
Upacara pernikahan ini juga dianggap masyarakat setempat sebagai penghubung manusia dan alam, agar manusia bisa mendapat berkah hujan, kesuburan tanaman, dan keharmonisan.
"Pernikahan memungkinkan kedua belah pihak untuk terhubung dengan apa yang merupakan lambang Ibu Pertiwi, meminta hujan yang maha kuasa, perkecambahan benih, semua hal yang damai dan harmonis bagi manusia Chontal," jelas penulis sejarah dari San Pedro Huamelula, Jaime Zarate.
Sebelum upacara, reptil dibawa ke rumah-rumah penduduk untuk menari. Buaya itu mengenakan pakaian khas pengantin. Moncongnya ditutup rapat untuk keamanan.
Pernikahan berlangsung di balai kota, di mana seorang nelayan setempat mengungkapkan harapan untuk memancing yang baik dan kemakmuran.
Setelah disahkan menjadi pasangan, walikota menari dengan sang pengantin reptil. Upacara diakhiri dengan walikota mencium moncong buaya tersebut.
BERITA TERKAIT: