Dalam kesempatan itu, Prabowo mendesak diakhirinya pertempuran antara Rusia dan Ukraina karena telah berdampak buruk bagi ekonomi dan pasokan pangan, khususnya bagi negara-negara Asia.
Untuk itu Prabowo mengusulkan beberapa poin perdamaian, seperti gencatan senjata pada posisi saat ini, pembentukan zona demiliterisasi yang akan dijamin oleh pengamat dan pasukan penjaga perdamaian PBB, serta dibuatnya referendum wilayah yang disengketakan oleh PBB.
"Saya meminta Rusia dan Ukraina untuk segera menghentikan permusuhan," kata Prabowo.
Lebih lanjut, ia menyatakan kesiapan Indonesia untuk menyumbangkan unit-unit pada operasi pemeliharaan perdamaian PBB yang potensial.
Namun usulan Prabowo tersebut langsung mendapat penolakan dari Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov. Ia menyebutnya sebagai proposal yang aneh.
"Kedengarannya seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia. Kami tidak membutuhkan mediator ini datang kepada kami dengan rencana aneh," kata Reznikov.
Kritik juga dilayangkan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell yang turut hadir.
"Kita perlu membawa perdamaian ke Ukraina, tapi itu harus menjadi perdamaian yang adil, bukan perdamaian penyerahan diri," ucap Borrell.
Sebagai tanggapan, Prabowo menyatakan rencana perdamaian tersebut disajikan tanpa memihak pihak manapun.
"Silakan tanya orang Indonesia berapa kali mereka telah diinvasi. Ada banyak pelanggaran kedaulatan, bukan hanya di Eropa. Saya mengajukan rencana resolusi konflik. Saya tidak mengatakan siapa yang benar atau siapa yang salah," tegas Prabowo.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleh Nikolenko juga menolak rencana perdamaian yang diajukan oleh Prabowo. Alih-alih menggelar referendum, ia menegaskan, Rusia harus mundur sebagai pihak yang melakukan invasi.
"Kami mengapresiasi perhatian yang diberikan Indonesia tentang mengembalikan perdamaian ke Ukraina, (tetapi) sepertinya menarik kesimpulan dari sejarahnya sendiri," kata Nikolenko.
"Rusia harus mundur dari teritori Ukraina, dan Ukraina berhak mengembalikan integritas teritorialnya sesuai perbatasan yang diakui internasional. Tidak ada skenario alternatif," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: