Begitu yang ditulis oleh seorang analis urusan internasional Korea Utara, Ri Jong Su yang mengeluarkan artikel berjudul "Australia yang Terobsesi dengan Penjilat Pro-AS Tidak Memiliki Masa Depan" pada Minggu (28/5).
Dalam penjelasannya, Ri menuturkan bahwa baru-baru ini Kementerian Luar Negeri Australia mengumumkan perpanjangan sanksinya terhadap individu dan enam perusahaan Korut, setelah AS melakukan hal serupa untuk menekan Pyongyang.
"Ketika tuannya AS menyebut seseorang jahat dan hooligan, maka Australia juga sibuk menggemakannya," tulis Ri dalam artikelnya.
Sejauh ini Australia dapat disebut sebagai negara yang paling setia menjadi antek Washington, dengan terus mendukung dan membantu negara itu. Termasuk dalam mengerahkan pasukannya dalam latihan perang yang dipimpin oleh AS, seperti latihan di Semenanjung Korea yang terus diluncurkan baru-baru ini.
Namun kesetiaan itu disebut Ri, hanya berujung pada kesia-siaan semata.
Pasalnya, banyak tentara Australia yang gugur sia-sia di medan perang, dalam agresi yang disulut sendiri oleh AS di berbagai belahan dunia, termasuk Korea, Vietnam, Afghanistan dan Irak.
Selain itu, baru-baru ini di bawah pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan AS (AUKUS), berencana memiliki kapal selam bertenaga nuklir, yang semakin menunjukkan bahwa negara tersebut hanya berperan untuk membantu mewujudkan ambisi AS, tanpa memiliki mimpinya sendiri.
"Australia tidak akan pernah mendapat masa depan yang cerah selama mereka masih menjadi antek AS yang setia, tidak peduli itu memiliki kapal selam bertenaga nuklir atau sesuatu yang lebih dari itu," tuturnya.
BERITA TERKAIT: