Juru bicara Junta, Abdoulaye Maiga, menegaskan bahwa laporan PBB sama sekali tidak benar, karena proses penyelidikan atas indikasi pelanggaran HAM masih terus berlangsung.
"Pemerintah transisi dengan keras mengecam laporan bias ini yang didasarkan pada narasi fiktif dan tidak memenuhi standar internasional," tegasnya, seperti dikutip dari
African News pada Minggu (14/5).
Ia menegaskan bahwa militer Mali tidak membunuh satupun warga sipil, operasi pemberantasan jihadis yang mereka lakukan tahun lalu dilakukan dengan penuh ketelitian, dan dapat dipastikan seluruh yang tewas adalah komplotan jihadis.
"Tidak ada warga sipil dari Moura yang kehilangan nyawa mereka selama operasi militer. Di antara yang tewas, hanya ada pejuang teroris dan semua yang ditangkap diserahkan kepada gendarmerie," ungkap Maiga.
PBB merilis laporan pembunuhan tersebut pada Jumat (13/5). Itu bersumber dari wawancara dengan para korban dan saksi di negara Afrika Barat, serta citra forensik dan satelit.
Laporan itu mengatakan tentara Mali dan personel asing turun dengan helikopter di Desa Moura pada 27 Maret tahun lalu dan menembaki warga yang melarikan diri.
Dalam penangkapan warga sipil pada hari-hari berikutnya, ratusan lainnya ditembak dan dibuang ke selokan.
Dalam laporan juga disebut adanya keterlibatan tentara asing, yang diduga kuat merupakan tentara bayaran Rusia Wagner yang memang telah mendapat kontrak untuk membantu operasi pemberantasan jihadis di Mali.
Menanggapi laporan PBB, kelompok hak asasi manusia seperti Amnesti Internasional menyebut insiden itu sebagai kekejaman terburuk dalam konflik 10 tahun antara kelompok Islamis dan tentara.
BERITA TERKAIT: