Lewat serangkaian tweet yang dibagikan pada Selasa malam (28/3), Netanyahu mendesak Washington untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Israel, terlepas dari hubungan dekat kedua negara.
“Pemerintahan saya berkomitmen untuk memperkuat demokrasi dengan mengembalikan keseimbangan yang tepat antara tiga cabang pemerintahan yang kami perjuangkan, untuk dicapai melalui konsensus yang luas,†kata Netanyahu, seperti dikutip dari
AFP, Rabu (29/3).
Israel adalah negara berdaulat, yang membuat keputusannya atas kehendak rakyatnya dan tidak berdasarkan tekanan dari luar negeri, termasuk dari sahabat, kata Netanyahu.
Reformasi yudisial akan memungkinkan parlemen Israel untuk mengesampingkan putusan Mahkamah Agung melalui pemungutan suara mayoritas sederhana, sebuah langkah yang menurut para kritikus akan melemahkan pengawasan tradisional yudisial terhadap kekuasaan pemerintah.
Reformasi tersebut telah memicu protes besar di seluruh Israel dan menuai kritik dari beberapa negara asing, termasuk sekutu dekat seperti Amerika Serikat.
Menyikapi perkembangan yang ada, Netanyahu pada Senin mengumumkan bahwa pemerintah akan mengambil batas waktu pada proposal tersebut sampai sesi Knesset berikutnya, berharap waktu tambahan akan membantu anggota parlemen mencapai pemahaman tentang undang-undang tersebut.
Meskipun demikian, keputusan itu gagal menghentikan kritik terhadap reformasi.
Berbicara kepada wartawan sebelumnya pada Selasa, Biden diminta untuk mengomentari perubahan hukum tersebut, dengan mengatakan bahwa dia berharap Netanyahu menjauh dari rencana tersebut sebelum disahkan menjadi undang-undang.
"Seperti banyak pendukung kuat Israel, saya sangat prihatin, dan saya khawatir mereka meloloskan (RUU) ini," kata Biden.
“Mudah-mudahan Perdana Menteri akan bertindak sedemikian rupa sehingga dia dapat mencoba mencari kompromi yang tulus. Tapi itu masih harus dilihat," lanjut Biden.
BERITA TERKAIT: