Peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, Collin Koh berpendapat Beijing tampaknya khawatir dengan upaya Indonesia dan Vietnam untuk menyelesaikan negosiasi batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang tumpang tindih di Laut China Selatan yang telah berlangsung selama 12 tahun.
Lantaran jika kesepakatan batas ZEE antara Indonesia dan Vietnam dirampungkan, maka akan mempengaruhi klaim sembilan garis putus-putus Beijing.
“Jadi, perkembangan ini mungkin tampak agak membingungkan bagi Beijing, yang mengandalkan perpecahan dan celah intra-Asean untuk mencegah munculnya front persatuan,†kata Koh, seperti dikutip
South China Morning Post.
Koh mencatat, perjanjian batas ZEE tersebut berperan penting dalam memfasilitasi ekspor gas Indonesia ke Vietnam, berdasarkan kesepakatan yang disepakati pada tahun 2017.
Di samping itu, Indonesia juga semakin tegas di Laut Natuna Utara, termasuk dengan mengesahkan rencana pengembangan pertana untuk Blok Tuna.
Pada 2 Januari, SKK Migas mengumumkan Blok Tuna tersebut akan membutuhkan total investasi sekitar 3,07 miliar dolar AS.
“(Ini) jelas merupakan tanda meningkatnya ketegasan China, yang juga harus dilihat dalam konteks domestik yang lebih luas dari meningkatnya rasa tidak aman kepemimpinan China,†kata Koh.
Menurut data pelacakan kapal Marine Traffic, kapal CCG 5901 berada di area sekitar ladang gas lepas pantai Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 30 Desember.
Mengutip
BenarNews dan
Radio Free Asia, kapal penjaga pantai terbesar di dunia yang kerap disebut "monster" itu telah meninggalkan pelabuhan Sanya di Pulau Hainan, China pada 16 Desember.
BERITA TERKAIT: