Meskipun aparat akhirnya berhasil mengambil alih istana dan membubarkan pendemo, situasi tidak serta merta aman, mendorong Presiden Luiz Inacio Lula da Silva mengumumkan keadaan darurat di ibu kota negara.
Di depan wartawan, Lula mengatakan keputusan itu sangat relevan mengingat kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Ada dekrit tentang intervensi di Distrik Federal (ibu kota) untuk menahan pelanggaran ketertiban umum berskala besar atau menetapkan status darurat setidaknya hingga 31 Januari 2023," kata Lula, sepertu dikutip dari TASS.
Dia menetapkan bahwa untuk periode ini otoritas federal akan menjalankan fungsi mengelola badan keamanan publik, sementara fungsi keamanan di Brasilia secara hukum ditugaskan ke polisi militer Distrik Federal, yang menurutnya sejauh ini "tidak melakukan apa-apa".
Lula menyadari kelambanan aparat penegak hukum, dan menurutnya itu tidak boleh dibiarkan.
"Saya akan menyebutnya ketidakmampuan, keengganan, atau bahkan kedengkian dari pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan publik di Distrik Federal. Ini bukan pertama kalinya," ujar Lula, menyadari bahwa saat ini masyarakat tidak sepenuhnya mempercayai aparat penegak hukum.
Sekitar 5.000 orang berpartisipasi dalam kerusuhan dan serangan terhadap kantor pemerintah termasuk istana kepresidenan. Aparat keamanan harus menggunakan bom asap dan granat gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang beringat.
Belum ada laporan resmi tentang kemungkinan korban jiwa. Namun, pihak berwenang mengatakan ada ratusan orang yang ditangkap terkait kerusahan tersebut.
Lula da Silva berhasil memenangkan pemilihan presiden, membuat pendukung mantan presiden Jair Bolsonaro meradang. Mereka tidak mengakui kemenangan Lula pada pemilihan 30 Oktober itu dan memprotes untuk mengadakan pemilihan ulang.
Pendukung Bolsonaro turun ke jalan dan ke garnisun angkatan bersenjata menuntut agar Lula da Silva mundur. Lula, telah meminta kantor kejaksaan tinggi untuk memerintahkan aparat keamanan publik bertindak menahan para demonstran.
BERITA TERKAIT: