Kebijakan demonetisasi dikeluarkan pemerintah pada 2016 untuk menarik 86 persen uang tunai di pasaran. Tujuannya untuk meminimalisir pencucian uang dan memerangi korupsi.
Adapun uang tunai yang ditarik dari pasaran merupakan uang kertas pecahan 500 rupee dan 1.000 rupee.
Kendati begitu,
Times of India menyebut, sejumlah pihak menentang kebijakan itu karena dinilai merugikan ekonomi India yang bergantung pada uang tunai.
Sejumlah pihak, termasuk pengacara, partai politik, bank koperasi, hingga individu kemudian membuat petisi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Mantan Menteri Keuangan India, P Chidambaram termasuk di antara yang menentang tindakan tersebut.
Beberapa pihak yang menolak penerapan demonetisasi berpendapat bahwa rekomendasi untuk melarang uang kertas itu tidak sah, sebab seharusnya keputusan itu berasal dari Reserve Bank of India, bukan dari pemerintah.
Terlepas dari kekacauan yang ditimbulkan, banyak orang mendukung demonetisasi setelah Perdana Menteri Narendra Modi membingkai keputusan tersebut sebagai perjuangan untuk orang miskin melawan orang kaya yang korup.
Mahkamah Agung, dalam keputusannya, juga menyebut kebijakan tersebut diambil setelah berkonsultasi dengan bank sentral dan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Lima hakim di pengadilan tertinggi negara itu mengeluarkan putusan dengan suara mayoritas atas serangkaian petisi yang mempertanyakan keputusan tersebut.
Hasilnya, satu tidak setuju dan empat lainnya memberikan dukungan penuh pada keputusan tersebut.
Salah satu dari empat hakim yang setuju, BR Gavai mengatakan validitas dari demonetisasi 2016 tidak perlu diragukan.
"Pemberitahuan tertanggal 8 November 2016 tidak mengalami kekurangan dalam proses pengambilan keputusan," tutup Gavai.
BERITA TERKAIT: