Strategi Baru Tekan Taiwan, China Batasi Impor Pertanian

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Jumat, 16 Desember 2022, 11:13 WIB
Strategi Baru Tekan Taiwan, China Batasi Impor Pertanian
Ilustrasi/net
rmol news logo Langkah China untuk membatasi sejumlah impor pertanian dari Taiwan sejak tahun lalu disinyalir merupakan strategi negara tirai bambu untuk menekan Taipei.

Namun, menurut Wakil Direktur Eksekutif di Taiwan WTO, Roy C Lee pada Minggu (11/12), pembatasan yang dilakukan pada sektor pertanian Taiwan seperti larangan impor nanas dan apel lilin pada 2021, dan ikan kerapu dan buah jeruk pada Agustus lalu, tidak begitu berdampak pada ekonomi makro Taipei.

Roy menjelaskan sektor impor pertanian hanya menyumbang 0,6 persen dari ekspor Taiwan ke China.

Tetapi, melihat bagaimana cara Beijing membatasi impor dan tidak memberikan rinciaan alasan pembatasan, Roy menilai Taiwan perlu bersiap untuk segala kemungkinan di masa depan.

"Alasan resmi di balik larangan impor tersebut diklaim China berkaitan dengan masalah sanitasi dan fitosanitari, seperti residu pestisida yang berlebihan dan serangga buah," ujarnya.

"Namun Taiwan telah berulang kali meminta informasi, China belum memberikan dokumentasi ilmiah apa pun selain data inspeksi perbatasan," tambah Roy.

Roy menyebut pemerintah Taiwan dan para pelaku industri sama-sama menyimpulkan bahwa larangan impor pertanian ini merupakan paksaan ekonomi, yang mencerminkan ketidaksenangan China berkaitan dengan kepentingan politik negara.

Menurutnya, meskipun guncangan ekonomi secara keseluruhan untuk Taiwan kecil, langkah-langkah ini menimbulkan dampak yang signifikan pada petani dan individu yang terlibat.

"Dalam kasus nanas misalnya, 90 persen ekspornya ditujukan ke China," kata Roy.

Meningkatkan konsumsi domestik dan mendiversifikasi pasar ekspor,  dinilai Roy dapat menjadi alat utama Taiwan untuk meredakan guncangan.  

Namun Roy menyadari jika kemampuan untuk melakukan diversifikasi mungkin bukan merupakan pilihan yang tersedia untuk produk sasaran lainnya.

Sebab, menurut Dewan Pertanian Taipei, tidak mungkin menemukan pasar alternatif untuk ikan kerapu dalam jangka pendek.

Lebih dari itu, Roy memaparka adanya kekhawatiran apabila Beijing akan menggunakan strategi pembatasan ini untuk meningkatkan tekanan mereka pada politik Taipei.

"Apalagi saat hubungan Taiwan-China memburuk, pemerintah Taipei dinilai perlu menyiapkan penilaian risiko keamanan ekonomi baru terhadap Beijing," ujarnya.

Investasi besar Taiwan di China, yang berjumlah lebih dari 300 miliar dolar AS atau Rp 203 triliun, dinilai Roy bisa menjadi titik kerentanan utama.  

Menurutnya asimetri dalam hubungan ekonomi lintas-Selat tersebut memberikan peluang bagi China untuk meningkatkan pengaruhnya di Taiwan.

"Taiwan harus memperioritaskan penilaian atas investasinya di China untuk memahami potensi masalah keamanan ekonomi dan menghasilkan tindakan yang mungkin untuk mengatasinya," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA