Hal ini disampaikan oleh mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia dalam wawancara di televisi Prancis pada Jumat(26/8).
"Meninggalkan partisipasinya dalam aliansi Atlantik Utara sekarang penting, tetapi itu sudah tidak cukup untuk membangun perdamaian," kata Medvedev kepada televisi LCI dalam kutipan yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia, dilansir dari
Malay Mail.
Bahkan sebelum invasi Februari, Moskow menjelaskan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak dapat diterima.
Rusia, katanya, akan melanjutkan kampanye militernya sampai tujuannya tercapai. Putin mengatakan dia ingin "mendenazifikasi" Ukraina. Sementara Kyiv dan Barat mengatakan ini adalah dalih tak berdasar untuk perang penaklukan.
Medvedev menambahkan pada wawancara di televisi Prancis bahwa Rusia siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan syarat-syarat tertentu. Sebelumnya Kiev dan Moskow telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan setelah serangan dimulai, akan tetapi pembicaraan tersebut tidak membuat kemajuan dan hanya ada sedikit prospek untuk memulai perundingan kembali.
“Ini (pembicaraan) akan tergantung pada bagaimana peristiwa itu terjadi. Kami sudah siap sebelumnya untuk bertemu (Zelensky),†kata Medvedev.
Dalam komentarnya lebih lanjut, mantan presiden itu mengatakan senjata AS yang sudah dipasok ke Ukraina, seperti peluncur roket ganda HIMARS, belum dapat menimbulkan ancaman yang substansial bagi Rusia.
Tapi itu bisa berubah, katanya, jika senjata yang dikirim AS bisa mengenai target pada jarak yang lebih jauh.
“Artinya ketika rudal semacam ini terbang 70 km, itu satu hal. Tetapi ketika itu 300-400 km, itu lain hal, itu akan menjadi ancaman langsung ke wilayah Federasi Rusia,â€pungkasnya.
BERITA TERKAIT: