Sejak pengambilalihan kekuasaan pada Agustus lalu, belum ada pemerintah asing yang secara resmi mengakui legitimasi kekuasaan Taliban atas Afghanistan. Kelompok itu menamakan pemerintahan mereka di Afghanistan sebagai Imarah Islam Afghanistan (IEA).
Meski begitu, sejumlah negara di dunia mulai terlibat dengan IEA di berbagai tingkatan.
Pembicaraan di Oslo pada 24 Januari lalu adalah perjalanan resmi pertama oleh penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi dan delegasinya ke Eropa sejak Taliban Afghanistan merebut Kabul dan menguasai Afghanistan.
Pada pembicaraan itu, diplomat dari Amerika Serikat dan Eropa mengatakan mereka mengatakan kepada pejabat Taliban Afghanistan bahwa mereka siap meningkatkan bantuan kemanusiaan, namun hal itu akan dikaitkan dengan peningkatan situasi hak asasi manusia di negara itu, yang menurut kelompok hak asasi internasional dan aktivis Afghanistan telah memburuk sejak Taliban berkuasa.
“(Kami) mendesak Taliban untuk berbuat lebih banyak untuk menghentikan peningkatan pelanggaran hak asasi manusia yang mengkhawatirkan, termasuk penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, tindakan keras media, pembunuhan di luar proses hukum, penyiksaan dan larangan pendidikan perempuan dan anak perempuan, pekerjaan dan kebebasan untuk bepergian tanpa pendamping laki-laki,†begitu kutipan dari pernyataan bersama Amerika Serikat-Eropa yang dikeluarkan setelah pembicaraan.
Pernyataan yang sama menjelaskan bahwa pembicaraan itu juga mengakui urgensi dalam menangani krisis kemanusiaan di Afghanistan dan menyoroti langkah-langkah yang diperlukan untuk membantu meringankan penderitaan warga Afghanistan di seluruh negeri.
Seorang peneliti yang juga merupakan analis kebijakan, Mohsin Amin mengatakan bahwa pembicaraan Oslo adalah tanda-tanda pengakuan implisit atas pemerintah Taliban.
“Saya pikir itu sudah diakui sebagai pemerintahan
de facto,†katanya kepada
Al Jazeera.
“Saya pikir (pembicaraan Oslo) dapat dianggap sebagai pencapaian diplomasi Taliban. Taliban menginginkan keterlibatan dengan seluruh dunia, dan pertemuan semacam itu memfasilitasi keterlibatan semacam itu," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sulaiman bin Shah, mantan wakil menteri industri dan perdagangan di pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang digulingkan. Ia menilai bahwa bahwa pembicaraan Oslo dan bentuk-bentuk keterlibatan lainnya secara efektif menciptakan situasi di mana aturan baru diakui secara
de facto.
Shah mengatakan komunitas internasional berusaha untuk berjalan di garis tipis antara menangani krisis kemanusiaan yang ekstrem tanpa melegitimasi pemerintah Taliban.
BERITA TERKAIT: