Dalam pernyataan bersama pada Pertemuan Internasional ke-17 Format Astana yang membahas tentang Suriah, Rabu (22/12), ketiga negara menekankan pentingnya menjaga ketenangan di daerah de-eskalasi Idlib dan setuju untuk melakukan upaya lebih lanjut untuk memerangi terorisme dalam segala bentuk dan meningkatkan situasi kemanusiaan.
Ketiganya juga menegaskan kembali tujuan dan prinsip Piagam PBB dan menyoroti bahwa prinsip-prinsip ini harus dihormati dan dipatuhi secara universal.
"Mengutuk meningkatnya aktivitas teroris di berbagai wilayah Suriah yang mengakibatkan hilangnya nyawa, termasuk serangan yang menargetkan fasilitas sipil. Menegaskan kembali perlunya melanjutkan kerjasama yang berkelanjutan untuk memusnahkan DAESH/ISIL, Front Al-Nusra, dan semua individu, kelompok, usaha dan entitas lain yang terkait dengan Al-Qaeda," salah satu pernyataan dalam rilis yang diposting situs resmi Kementerian Luar Negeri Rusia, Rabu (22/12).
Pernyataan itu juga memuat komitmen untuk memastikan perlindungan warga sipil dan infrastruktur sipil sesuai dengan hukum humaniter internasional dan menegaskan kembali penentangan mereka terhadap penyitaan ilegal dan transfer pendapatan minyak yang seharusnya menjadi milik Suriah.
"Menyatakan keprihatinan serius dengan meningkatnya kehadiran dan aktivitas teroris “Hayat Tahrir al-Sham†dan kelompok teroris berafiliasi lainnya sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB yang menimbulkan ancaman bagi warga sipil di dalam dan di luar area de-eskalasi Idlib," lanjut pernyataan tersebut.
Para pihak juga mengecam serangan militer Israel yang sedang berlangsung terhadap Suriah, yang "melanggar hukum internasional, dan membahayakan stabilitas dan keamanan di kawasan itu.
Ketiganya menekankan bahwa penyalahgunaan pesawat sipil Israel sebagai kedok dalam agresinya di wilayah Suriah merupakan pelanggaran nyata terhadap peraturan internasional, membahayakan kehidupan warga sipil.
Putaran ke-17 pertemuan internasional tentang Suriah dalam Format Astana diselenggarakan selama dua hari pada 21-22 Desember di ibukota Kazakhstan, Nursultan.
Perkembangan terbaru dalam proses politik, situasi di Idlib barat laut Suriah, bantuan kemanusiaan, dan kontraterorisme dibahas tuntas dalam pertemuan tersebut, seperti dilaporkan situs Kementerian Luar Negeri.
Delegasi dari Iran, Rusia, Turki, pemerintah Suriah, dan oposisi Suriah, mengambil bagian dalam pertemuan ini. Sementara, Perwakilan PBB, Yordania, Lebanon, dan Irak, hadir sebagai pengamat dalam pertemuan yang berlangsung selama dua hari tersebut.
Lebih lanjut, para pihak mengkonfirmasi rencana mereka untuk mengadakan Pertemuan Internasional ke-18 tentang Suriah dalam format Astana di Nursultan pada paruh pertama tahun 2022 dengan mempertimbangkan situasi pandemi, dan juga "mengatur pertemuan tingkat menteri lainnya dalam format Astana."
Suriah telah dirusak oleh perang saudara sejak awal 2011 ketika rezim Bashar Assad menindak pengunjuk rasa pro-demokrasi dengan keganasan yang tak terduga.
Proses perdamaian Astana untuk mengakhiri konflik diluncurkan di Kazakhstan pada Januari 2017 atas inisiatif Turki, Rusia dan Iran.
Pertemuan para penjamin Astana juga telah berkontribusi pada kemajuan proses diplomatik yang dipimpin PBB di Jenewa.
Astana adalah nama ibu kota Kazakh sebelum berubah menjadi Nursultan.
BERITA TERKAIT: