Kepala Departemen Luar Negeri Australia, Frances Adamson, mengatakan hal itu dalam pidatonya menjelang berakhirnya masa tugas. Untuk selanjutnya, Adamson dikabarkan akan menjadi Gubernur Australia Selatan.
Pandangan Adamson didukung oleh jajak pendapat terbaru dari Lowy Institute, yang menunjukkan hanya 16 persen warga Australia yang mempercayai China untuk bertindak secara bertanggung jawab, juga banyak hal lainnya yang terjadi belakagan ini terhadap kedua negara.
"China mengadopsi Siege Mentality karena ketidakamanannya, dan ketegangan antara Canberra dan Beijing kemungkinan akan berlanjut untuk beberapa waktu," katanya, seperi dikutip dari
Finansial Review, Rabu (23/6).
Siege Mentality atau 'mental pengepungan' adalah konsep yang ditemukan di berbagai masyarakat di seluruh dunia. Seseorang merasa diserang oleh mereka yang memiliki pandangan dunia yang berbeda.
Siege Mentality muncul sebagai pertahanan seseorang, istilah yang berasal dari pengalaman nyata pertahanan militer terhadap pengepungan.
Adamson menilai, ketidakamanan dan kekuasaan bisa menjadi kombinasi yang mudah berubah.
“Mentalitas pengepungan ini, keengganan untuk menyetujui pengawasan dan diskusi yang tulus tentang perbedaan," katanya.
China mungkin berharap memikirkan kembali kebijakan fundamental oleh Australia, seperti yang ditunjukkan lewat tekanannya terhadap Australia, menurut Adamson. "Tetapi harapan seperti itu akan menyangkal dampak yang sangat nyata dari perilaku China di Australia dan yang terpenting adalah bipartisanship yang luas di negara kami yang paling mendasar."
Salah satu keluhan utama China adalah seruan awal Australia untuk penyelidikan independen tentang asal-usul pandemi virus corona, yang memicu sanksi perdagangan terhadap lebih dari 20 miliar dolar ekspor Australia.
Adamson yakin, China tidak akan memoderasi tindakannya itu dalam waktu dekat.
Ketika ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki hubungan antara Canberra dan Beijing, Adamson menjawab itu semua tergantung kepada China sebagai pihak yang memulai ketegangan.
“Mungkin perlu beberapa waktu, dan saya pikir China akan mengubah perilakunya saat melihat ada kepentingan," katanya.
“China sangat pragmatis. Dia akan memilih untuk duduk bersama kami dan orang lain, dan melakukan hubungan yang konstruktif dan saling menguntungkan - seperti yang dikatakan China - maka kami akan siap, begitu juga (negara) lainnya,"
BERITA TERKAIT: