Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Karma Berlaku Bagi Mike Pompeo Yang Pernah Damprat Hillary Clinton Soal Benghazi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/mega-simarmata-1'>MEGA SIMARMATA</a>
LAPORAN: MEGA SIMARMATA
  • Rabu, 08 Januari 2020, 16:50 WIB
Karma Berlaku Bagi Mike Pompeo Yang Pernah Damprat Hillary Clinton Soal Benghazi
Mike Pompe terkena karma hujatannya terhadap Hillary Clinton/Repro
rmol news logo Kalau mencari 'Mike Pompeo versus Hillary Clinton' di YouTube, maka akan keluar dokumentasi saat anggota DPR AS dari negara bagian Kansas, Mike Pompeo, saat menyerang habis-habisan mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton soal serangan Benghazi dalam rapat dengar pendapat di Kongres 2015.

Serangan Benghazi terjadi pada 11 September 2012, ketika kelompok militan Muslim menyerang kamp diplomatik Amerika Serikat di Benghazi, Libya. Serangan tersebut menewaskan Duta Besar AS, J Christopher Stevens dan pejabat Manajemen Informasi Layanan Kementerian Luar Negeri AS, Sean Smith.

Selain itu ada 2 warga AS lain yang ikut terbunuh. Mereka adalah 2 Marinir AS yang diperbantukan untuk menjadi kontraktor Dinas Rahasia CIA, Glen Doherty dan Tyrone Woods.

Kasus Benghazipun jadi batu sandungan bagi Hillary Clinton untuk bisa menang dalam Pilpres AS 2016. Sebab ia dianggap gagal melindungi warga Amerika.

Hillary terus menerus tersandera dalam kasus Benghazi, selain tentu karena kasus penggunakan email pribadi untuk kepentingan tugas.

Dan salah seorang anggota Partai Republik yang duduk di DPR AS, Mike Pompeo, garang luar biasa "membantai" Hillary dalam acara rapat dengar pendapat di Kongres.

"Bagaimana mungkin, tidak ada satupun pejabat di Kementerian Luar Negeri yang Anda pecat dalam kasus Benghazi? Di negara bagian saya, di Kansas, tidak berlaku seperti itu," ketus Congressman Mike Pompeo kepada Hillary Clinton pada Juli 2015.

Kini, karma berlaku bagi Mike Pompeo.

Saat pembunuhan dilakukan AS terhadap seorang Jenderal Iran di wilayah teritori negara lain (Irak), posisi Mike Pompeo saat ini sebagai Menteri Luar Negeri akan jadi sangat dilematis, seperti saat dulu Hillary Clinton menjadi Menlu.

Empat warga Amerika tewas terbunuh dalam serangan di Benghazi pada 2012, Hillary Clinton langsung babak belur "digebukin" secara politis.

Hillary jadi dibenci oleh kalangan militer AS, termasuk oleh Dinas Rahasia CIA, karena dianggap tidak mampu melindungi Duta Besar dan tentara Amerika yang sedang bertugas di mancanegara.

Kini roda seperti berputar.

Mike Pompeo yang dulu duduk di Kongres, sekarang justru menjadi Menteri Luar Negeri dalam Pemerintahan Trump.

Kasus terbunuhnya Letnan Jenderal Soleimani akan membuat Mike Pompeo berjalan di jalanan yang terjal berliku dan penuh jurang yang curam, bila konflik AS-Iran sampai memakan korban jiwa dalam jumlah besar di pihak Amerika.

Hal yang sama berlaku bagi Donald Trump, yang sangat diuntungkan dalam Pilpres 2016 saat Hillary tersandera dalam kasus Benghazi. Gara-gara itulah dulu, suara anti-Hillary berpindah ke Donald Trump.

Trump, juga Mike Pompeo, harus sadar bahwa perang bukanlah sebuah mainan yang bisa dibolak-balikkan sesuka hati mereka.

Sebab ada pepatah mengatakan, "Jangan bermain api, jika tidak ingin terbakar". rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA