Dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi secara langsung, Rabu (25/12), Tsai mengatakan negara-negara demokrasi lain di seluruh dunia sudah dan tengah mempertimbangkan RUU serupa untuk mencegah campur tangan China dalam urusan internal negaranya.
"Dibandingkan dengan negara-negara ini, Taiwan lebih langsung dihadapkan dengan berbagai ancaman dan infiltrasi dari China," ujar Tsai seperti dimuat Channel News Asia. Lebih lanjut, Tsai mengatakan sayangnya beberapa pihak menganggap hal tersebut sebagai sebuah provokasi dan mirip darurat militer.
Pernyataan Tsai sendiri merujuk pada komentar yang dikeluarkan oleh partai oposisi utamanya, Kuomintang yang dekat dengan pemerintah China.
Kuomintang menganggap RUU tersebut hanyalah alat politik Tsai dan partai pengusungnya, Partai Progresif Demokratk (PPD) untuk mendapatkan suara di pemilihan mendatang.
Bukan hanya Kuomintang yang lantang menentang RUU tersebut. Sebelumnya Kantor Urusan Taiwan mengatakan, RUU tersebut membuktikan PPD sedang mencoba secara terang-terangan membalikkan demokrasi dan meningkatkan permusuhan.
RUU Anti Infiltrasi merupakan upaya yang selama beberapa tahun ini didorong oleh PPD yang saat ini masih menguasai Taiwan. PPD berharap RUU ini dapat disahkan sebelum akhir tahun atau setidaknya sebelum pemilihan presiden dan parlemen pada 11 Januari tahun depan.
RUU ini dirancang oleh DPP untuk melarang kegiatan politik dan pendanaan dari pasukan musuh asing. Dalam hal ini diyakini sebagai China. Parlemen sendiri akan mengambil suara untuk RUU ini pada pekan depan.
BERITA TERKAIT: