TPS Diblokir, Warga Rusia Di Ukraina Tak Bisa Gunakan Hak Suara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Senin, 19 Maret 2018, 06:46 WIB
TPS Diblokir, Warga Rusia Di Ukraina Tak Bisa Gunakan Hak Suara
Aksi pemblokiran oleh kelompok radikal Ukraina/RT
rmol news logo Polisi Ukraina memblokir misi diplomatik Rusia di Kiev untuk mencegah pemilih Rusia berpartisipasi dalam pemilihan presiden akhir pekan kemarin.

Kedutaan Besar Rusia di Kiev, serta senyawa diplomatik lainnya di seluruh Ukraina di mana pemungutan suara seharusnya berlangsung, telah ditutup oleh Kementerian Dalam Negeri Ukraina dan kelompok radikal yang menentang Rusia.

Di Kiev sendiri, para kelompok radikal menampilkan spanduk anti-Rusia dan patung Presiden Rusia Vladimir Putin yang sedang menjabat, sambil mengumandangkan lagu nasionalis melalui pengeras suara.

Sementara itu di kota Odessa, kaum nasionalis mendirikan toilet mobile yang mereka beri label "tempat pemungutan suara" di dekat kantor polisi. Hal itu merupakan bentuk penghinaan bagi pemilu Rusia yang tengah di gelar. Petugas penegak hukum Ukraina tampak tidak melakukan intervensi atas aksi-aksi tersebut.

Pejabat Rusia mengecam langkah tersebut karena dinilai menghambat hak warga Rusia untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilu. Tindakan semacam itu jug dinilai sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.

"Sementara dokumen yang relevan dari kantor pusat OSCE (Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa) di Wina mengenai perlunya mengamati hak-hak warga negara Rusia selama pemungutan suara pada tanggal 18 Maret 2018 dikirim ke pihak berwenang Kiev, akses terhadap pemilihan presiden Federasi Rusia di Ukraina adalah benar-benar diblokir untuk warga negara Rusia," kata komisaris tinggi untuk hak asasi manusia Rusia, Tatiana Moskalkova, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu (18/3).

Pejabat tersebut berjanji untuk menangani tindakan otoritas Ukraina sekali lagi dengan OSCE, PBB dan Dewan Eropa.

"Ini adalah kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya, pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional," tambahnya seperti dimuat Russia Today. [mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA