Pihak Taliban menuntut agar media mengungkapkan pendapatannya sehingga kelÂompok itu bisa mengenakan pajak.
"Taliban menghubungi kami dan menuntut 4.000 dolar, dengan mengatakan itu adalah pajak yang sekarang mereka kenakan pada media di seluruh negeri," kata Ahmad Farid Omari,
managing editor stasiun TV setempat dilansir media
online Amerika Serikat,
VOA, Kamis (22/2).
"Kami sering melaporkan ancaman kepada pejabat AfÂghanistan, tapi tidak ada tinÂdakan yang diambil. Setelah beberapa kali diperingatkan dan diancam, akhirnya kami membayar," tambah Omari.
Wartawan Tanpa Batas, atau RSF, organisasi pengaÂwas global yang mengawasi kebebasan media, juga meÂlaporkan gerilyawan Taliban mengancam akan melarang organisasi itu beroperasi jika menolak membayar uang tunÂtutan tersebut.
Meski demikian pejabat Afghanistan, tidak membesar-besarkan isu ini dengan mengaÂtakan, praktik itu tidak meluas. Pemerintah telah mengambil tindakan yang diperlukan unÂtuk menjamin keamanan orÂganisasi media.
Dilansir
Wikipedia, Ghazni adalah salah satu dari tiga puluh empat provinsi di AfÂghanistan. Ibukotanya adalah di Ghazni City. Provinsi ini terletak di antara jalan penting Kabul dan Kandahar, dan seÂcara historis berfungsi sebagai pusat perdagangan yang pentÂing antara kedua kota besar tersebut.
Kelompok etnis utama di provinsi ini adalah Pashtun (51 persem), dan Persia berbicara Hazara dan Tajik (47 persen). Ada juga beberapa etnis lain seperti Burki, dan Uzbek. Ghazni terdiri dari 19 distrik. Nama kuno untuk Ghazni adalah 'Ghzank' dari Bahasa Persia dan Sansekerta yang berarti 'harta karun.' Kota Ghazni menjadi pusat agama Buddha sebelum abad ke-7. Pengembala dan pengembara Arab telah membawa agama dan suasana Islam di sana.
Selama Perang Pertama Anglo-Afghanistan pada abad ke-19, Ghazni hancur oleh Inggris-India pasukan. Kota ini sedang dibangun kembali dalam rangka untuk menghidupkan kembali era Ghaznavid dan Timurid seÂbagai pusat peradaban Islam. Karena lokasinya yang stratÂegis, para gerilyawan Taliban berusaha menduduki Ghazni tetapi pasukan yang dipimpin Pasukan Pakta Atlantik Utara (NATO) mendorong mereka pergi dalam beberapa tahun terakhir. ***
BERITA TERKAIT: