Dokumentasi tersebut dibalut dalam sebuah pameran foto yang dibuka Jumat kemarin (15/12) dengan mengangat tema "Home to Home".
Pameran foto tersebut digelar untuk menyoroti fakta bahwa 20.000 pendatang baru adalah keturunan orang-orang Armenia yang melarikan diri dari Turki ke Suriah selama perang lain lebih dari 100 tahun yang lalu.
Gagasan untuk acara tersebut berasal dari Anna Kamay, seorang kurator seni, yang mengatakan kepada
Al Jazeera bahwa dia terpesona oleh perubahan positif yang diperkenalkan oleh para pengungsi di komunitasnya.
Kamay mengatakan bahwa pendatang baru memulai usaha kecil, termasuk restoran baru dengan pelayanan yang baik. Mereka menunjukkan etos kerja yang kuat dan bahkan berkilau di jalanan dengan mengenakan pakaian berwarna-warni.
"Orang-orang di Yerevan berpakaian kebanyakan dalam warna gelap. Orang-orang ini membawa banyak warna baru bersama mereka. Ada semacam hal baru di sini, membawa perubahan budaya dan ekonomi ke negara ini," katanya.
"Komunitas Armenia sangat kuat di Suriah, dan jika bukan karena perang, mereka tidak akan pernah pindah ke Armenia. Jadi, ini adalah keadaan yang sangat tidak menguntungkan, namun pada akhirnya, kita memiliki apa yang kita miliki, dorongan untuk ekonomi lokal, modal manusia yang sangat berharga dan juga keragaman yang sangat kita kurangi di Armenia," sambungnya.
Integrasi mereka relatif mudah karena pendatang baru memiliki etnisitas, agama dan bahasa yang sama dengan dialek yang sama.
"Awalnya mereka diambil sedikit seperti orang asing. Armenia adalah mono-etnis, jadi orang disini tidak tahu bagaimana cara menghadapi orang lain," kata Anush Babajanyan, salah satu dari tiga fotografer yang ditampilkan dalam pameran tersebut, bersama dengan Piruza Khalapyan dan Nazik Armenakyan.
"Tapi orang Armenia Suriah sangat menular, terbuka dan semarak sehingga banyak kali mereka melakukan langkah pertama yang benar dan itu membantu," sambungnya.
Bagian tersulit bagi para pengungsi adalah kurangnya kesempatan ekonomi.
"Orang tidak cenderung pindah ke Armenia, mereka cenderung pergi karena kesulitan ekonomi kita," katanya.
Beberapa orang Armenia Suriah bahkan menetap di Nagorno-Karabakh yang dikuasai Armenia, wilayah konflik yang diakui secara internasional sebagai bagian dari negara tetangga Azerbaijan dimana baku tembak lintas batas umum terjadi.
Mereka dipikat oleh akomodasi pedesaan gratis yang disediakan oleh pemerintah
de facto dan prospek memberi makan keluarga mereka dengan bekerja di tanah tersebut.
[mel]
BERITA TERKAIT: