Faksi Palestina itu menyerukan "Hari Kemarahan" pada hari Jumat ini dan gelombang protes di Tepi Barat dan Gaza pada hari Kamis membawa bentrokan antara orang-orang Palestina dan tentara Israel. Sedikitnya 31 orang terluka oleh tembakan senjata Israel dan peluru karet.
Militer Israel mengatakan sebuah pesawat terbang dan sebuah tank telah menargetkan dua pos milik militan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas setelah tiga roket diluncurkan ke Israel.
Trump diketahui membalikkan kebijakan Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal itu membuat marah dunia Arab dan mengganggu sekutu Barat.
Status Yerusalem, yang merupakan tempat tinggal yang dianggap suci bagi umat Islam, Yahudi dan Kristen, merupakan salah satu hambatan terbesar dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina.
"Kita harus meminta dan kita harus bekerja untuk meluncurkan sebuah intifada (perlawanan Palestina) dalam menghadapi musuh Zionis," kata pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan dalam sebuah pidato di Gaza seperti dimuat
Reuters pekan ini.
Di sisi lain Palestina, Naser Al-Qidwa, seorang pembantu Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang didukung Barat dan pejabat senior di partai Fatah-nya, mendesak warga Palestina untuk melakukan demonstrasi damai.
Abbas pada hari Kamis bertemu dengan Raja Yordania Abdullah, yang dinastinya adalah penjaga kastil tempat suci Yerusalem untuk membahas situasi tersebut.
Abbas juga berusaha untuk melakukan demonstrasi melalui cara diplomatik, dengan mengajukan keluhan ke Dewan Keamanan PBB dan mendorong pendirian yang kuat oleh Liga Arab.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tak terpisahkan. Warga Palestina menginginkan ibu kota negara merdeka untuk berada di sektor timur kota, yang diduduki Israel dalam perang Timur Tengah 1967 dan dicaplok dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui secara internasional. Tidak ada negara lain yang memiliki kedutaan besarnya di sana.
[mel]
BERITA TERKAIT: