Aquino kecewa atas penanganan aparat dalam membebaskan 22 turis Hong Kong. Dalam jumpa pers di istana Malacanang, kemarin, Aquino mengatakan, pemerintah seharusnya dapat menangani situasi dengan lebih baik. “Bagaimana saya bisa puas jika ada orang yang tewas? Ini menjadi tragedi,” kata Aquino.
Menurut Aquino, dia telah menugaskan Departemen Keadilan, Departemen Dalam Negeri, dan Pemerintahan Lokal untuk meninjau semua situasi di seputar krisis penyanderaan, yang terjadi di depan Quirino Grandstand, Taman Rizal, tempat Aquino dilantik 30 Juni.
Pemerintah China dan Hong Kong mengecam penanganan masalah ini dan menuntut investigasi menyeluruh. Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi menelepon Menteri Luar Negeri Filipina Alberto Romulo untuk menunjukkan keprihatinannya atas insiden ini. “Pemerintah China menuntut pemerintah Filipina melakukan investigasi menyeluruh atas insiden ini dan menginformasikan kepada China detail kejadian secepat mungkin,” kata Yang, dalam pernyataan yang dilansir situs kementerian, Senin malam.
Pemimpin Hong Kong Donald Tsang terlihat berduka saat berbicara dengan para wartawan di Hong Kong, Senin malam. Dia menyebut peristiwa ini sebagai sebuah tragedi besar.
“Peristiwa ini sangat menyedihkan dan mengecewakan karena warga Hong Kong ingin melakukan perjalanan menyenangkan ke Manila. Tapi, perjalanan ini berakhir dengan mereka tewas dan terluka. Ini sangat tragis. Cara penanganan dan dan hasilnya juga sangat mengecewakan saya,” ungkap Tsang.
Juru bicara Kedutaan Besar China di Manila, Ethan Sun Yi, mengatakan telah mencarter untuk membawa pulang para korban. Namun, para keluarga dan pihak berwenang China masih akan memutuskan apakah hanya beberapa korban ataukah semua korban luka dan tewas yang akan segera diterbangkan ke Hong Kong.
Aparat Telat
Senin pukul 10:15, Rolando Mendoza (55), menaiki bus yang membawa turis-turis mengunjungi lokasi-lokasi bersejarah. Pria menikah dan memiliki tiga anak ini mengenakan seragam samaran dan membawa senapan M16.
Mendoza kemudian mengumumkan menyandera bus beserta 25 orang di dalamnya. Di kaca bus, Mendoza menempelkan kertas, bertuliskan “Kesalahan besar untuk memperbaiki sebuah keputusan yang salah besar. Kesepakatan besar akan dimulai setelah pukul tiga sore hari ini.”
Awalnya, penyelamatan berlangsung damai. Mendoza membebaskan sembilan sandera, yaitu tiga wanita dan tiga anak-anak yang semuanya adalah turis, seorang pria tua Hong Kong, seorang fotografer Filipina, dan asistennya. Sedangkan 15 turis lainnya dan supir bus tetap disandera.
Polisi mengisolasi tempat kejadian dan membawa makanan untuk para sandera. Bahan bakar juga disediakan, agar pendingin udara (
air conditioner) bus tidak mati di tengah suhu yang mencapai 32 derajat celcius.
Namun, negosiasi tidak berhasil dengan baik. Mendoza menuntut pernyataan yang ditandatangani ombudsman bahwa kasus yang menyebabkan dia dipecat akan ditinjau kembali. Tuntutan Mendoza dipenuhi. Sayangnya, pengiriman pernyataan ombudsman ini terlambat beberapa jam karena macet di Manila. Saat jaminan ini tiba, Mendoza menolaknya karena dianggap waktu tidak lagi cukup.
Bekas Kepala Polisi Manila Mayor Alfredo Lim menyarankan agar komandan polisi regional Leocadio Santiago mengakomodasi permintaan Mendoza. “Tapi masalahnya, jaminan itu tidak diberikan sebelum penembakan dimulai, yang mempercepat serangan terjadi,” kata Alfredo kepada radio DZMM, kemarin.
Saudara Mendoza yang juga seorang polisi Manila, Gregorio, diminta berbicara pada adiknya ini melalui jendela supir. Situasi makin mencekam saat Mendoza mengklaim dicopot secara tidak adil. Mendoza marah dan menembakkan tembakan peringatan. Menurut kepala operasi tim penyelamat Nelson Yabut, polisi berusaha menaiki bus. Mendoza pun menembaki mereka, sehingga seorang penembak jitu polisi terluka. Satu tembakan itu memicu tembakan senapan otomatis yang bertubi-tubi. Sandera pun jadi sasaran.
[RM]
BERITA TERKAIT: