Tragedi Bus Berdarah Filipina Coreng Wajah Presiden Aquino

Drama 12 Jam Tewaskan 8 Turis

Rabu, 25 Agustus 2010, 01:59 WIB
Tragedi Bus Berdarah Filipina Coreng Wajah Presiden Aquino
RMOL. Delapan turis Hong Kong tewas dalam 12 jam drama pe­nyand­eraan oleh bekas polisi Fi­lipina Rolando Mendoza, Senin (23/8) malam. Insiden ini men­coreng wajah Presiden Benigno Aquino III.

Aquino kecewa atas pena­nganan aparat dalam mem­be­bas­kan 22 turis Hong Kong. Dalam jumpa pers di istana Malacanang, kemarin, Aquino mengatakan, pemerintah seharusnya dapat menangani situasi dengan lebih baik. “Bagaimana saya bisa puas jika ada orang yang tewas? Ini menjadi tragedi,” kata Aquino.

Menurut Aquino, dia telah menugaskan Departemen Kea­dilan, Departemen Dalam Negeri, dan Pemerintahan Lokal untuk meninjau semua situasi di seputar krisis penyanderaan, yang terjadi di depan Quirino Grandstand, Taman Rizal, tempat Aquino dilantik 30 Juni.

Pemerintah China dan Hong Kong mengecam penanganan masalah ini dan menuntut inves­tigasi menyeluruh. Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi me­ne­lepon Menteri Luar Negeri Fi­li­pina Alberto Romulo untuk me­nun­jukkan keprihatinannya atas in­siden ini. “Pemerintah China me­nuntut pemerintah Filipina me­lakukan investigasi menye­luruh atas insiden ini dan meng­infor­ma­sikan kepada China detail kejadian secepat mungkin,” kata Yang, da­lam pernyataan yang dilan­sir situs kementerian, Senin malam.

Pemimpin Hong Kong Donald Tsang terlihat berduka saat ber­bicara dengan para wartawan di Hong Kong, Senin malam. Dia me­nyebut peristiwa ini sebagai sebuah tragedi besar.

“Peristiwa ini sangat menye­dihkan dan mengecewakan ka­rena warga Hong Kong ingin me­lakukan perjalanan me­nye­nang­kan ke Manila. Tapi, perjalanan ini berakhir dengan mereka tewas dan terluka. Ini sangat tragis. Cara penanganan dan dan ha­sil­nya juga sangat mengecewakan saya,” ungkap Tsang.

Juru bicara Kedutaan Besar China di Manila, Ethan Sun Yi, mengatakan telah mencarter untuk membawa pulang para korban. Namun, para keluarga dan pihak berwenang China masih akan memutuskan apakah hanya beberapa korban ataukah semua korban luka dan tewas yang akan segera diterbangkan ke Hong Kong.

Aparat Telat

Senin pukul 10:15, Rolando Mendoza (55), menaiki bus yang membawa turis-turis mengun­jungi lokasi-lokasi bersejarah. Pria menikah dan memiliki tiga anak ini mengenakan seragam samaran dan membawa senapan M16.

Mendoza kemudian mengu­mum­kan menyandera bus beserta 25 orang di dalamnya. Di kaca bus, Men­doza menempelkan ker­tas, bertuliskan “Kesa­la­han besar untuk mem­perbaiki se­buah ke­putusan yang salah besar. Kese­pakatan besar akan dimulai sete­lah pukul tiga sore hari ini.”

Awalnya, penyelamatan ber­langsung damai. Mendoza mem­bebaskan sembilan sandera, yaitu tiga wanita dan tiga anak-anak yang semuanya adalah turis, se­orang pria tua Hong Kong, se­orang fotografer Filipina, dan asis­tennya. Sedangkan 15 turis lain­nya dan supir bus tetap disandera.

Polisi mengisolasi tempat kejadian dan membawa makanan untuk para sandera. Bahan bakar juga disediakan, agar pendingin udara (air conditioner) bus tidak mati di tengah suhu yang men­capai 32 derajat celcius.

Namun, negosiasi tidak ber­hasil dengan baik. Mendoza me­nuntut pernyataan yang ditan­da­tangani ombudsman bahwa kasus yang menyebabkan dia dipecat akan ditinjau kembali.  Tuntutan Mendoza dipenuhi. Sayangnya, pengiriman pernyataan ombuds­man ini terlambat beberapa jam karena macet di Manila. Saat jaminan ini tiba, Mendoza me­nolaknya karena dianggap waktu tidak lagi cukup.

Bekas Kepala Polisi Manila Mayor Alfredo Lim menya­ran­kan agar komandan polisi re­gio­nal Leocadio Santiago meng­ako­modasi permintaan Mendoza. “Tapi masalahnya, jaminan itu tidak diberikan sebelum penem­bakan dimulai, yang mem­per­cepat serangan terjadi,” kata Alfredo kepada radio DZMM, kemarin.

Saudara Mendoza yang juga seorang polisi Manila, Gregorio, diminta berbicara pada adiknya ini melalui jendela supir. Situasi makin mencekam saat Mendoza mengklaim dicopot secara tidak adil. Mendoza marah dan me­nem­bakkan tembakan pe­ri­nga­tan. Menurut kepala operasi tim penyelamat Nelson Yabut, polisi berusaha menaiki bus. Mendoza pun menembaki mereka, se­hing­ga seorang penembak jitu polisi terluka. Satu tembakan itu me­micu tembakan senapan otomatis yang bertubi-tubi. Sandera pun jadi sasaran.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA