Pasalnya, Israel menunjukkan gelagat tetap melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil tak lama setelah penandatanganan kesepakatan Konferensi Internasional New York.
"Seharusnya implementasi butir-butir kesepakatan tersebut merupakan sarana bagi tumbuhnya rasa saling percaya (Confidence Building Measures/CBM) antara kedua pihak yang berkonflik," tutur Prof. Sudarnoto dalam jumpa pers di Kantor MUI, Jalan Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Oktober 2025.
"Tetapi Israel telah merusaknya dengan terus melakukan serangan terhadap warga, sarana dan prasarana Palestina yang melanggar kesepakatan gencatan senjata," sambungnya.
Oleh karena itu, Prof. Sudarnoto memastikan Konferensi Asia Pasifik untuk Palestina merupakan sikap Indonesia usai melihat kompleksitas situasi tersebut.
Hal itu guna mengawal implementasi kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang rawan gagal karena pelanggaran dari pihak Israel.
"Negara-negara di kawasan Asia Pasifik memiliki posisi strategis dalam menghadapi persoalan ini, sebab mayoritas mendukung kemerdekaan Palestina, memiliki basis masyarakat sipil yang kuat, serta berpotensi membangun tekanan diplomatik kolektif terhadap Israel dan sekutu-sekutunya," pungkasnya.
Konferensi Internasional New York ditetapkan pada 12 September 2025, berisikan 42 poin rekomendasi politik, keamanan, dan kemanusiaan untuk mendorong solusi dua negara yang berkelanjutan.
Solusi dua negara sebagai jalan terbaik untuk perdamaian yang diakui secara internasional antara Israel dan Palestina untuk hidup berdampingan secara damai.
BERITA TERKAIT: