Pasca insiden pengeroyokan tragis yang menewaskan dua penagih utang di Kalibata, Jakarta Selatan, OJK menegaskan bahwa tanggung jawab penagihan sepenuhnya berada di pundak pihak pemberi pinjaman (kreditur), bahkan jika tugas penagihan telah didelegasikan kepada pihak ketiga.
Pernyataan ini menjadi penekanan utama dari OJK, menyoroti bahwa kreditur tidak dapat melepaskan diri dari praktik yang dilakukan oleh penagih yang mereka tugaskan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa regulasi mengenai tata cara penagihan sudah ada. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22/POJK.07/2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
“Aturan tersebut memuat batasan-batasan yang jelas, termasuk prosedur dan proses penagihan yang harus dilakukan secara tepat dengan tata kelola yang baik,” ujar Mahendra, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, dikutip Rabu 17 Desember 2025.
Tragedi di Kalibata, yang dipicu oleh sengketa utang sepeda motor dan melibatkan enam anggota Polri sebagai tersangka pengeroyokan, telah memasuki ranah hukum pidana. Mahendra mengakui bahwa penanganan kasus tersebut kini sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.
Mahendra menegaskan bahwa pihaknya akan menelaah dan mengkaji lebih lanjut celah pengaturan atau langkah pengawasan tambahan yang perlu diperkuat agar peristiwa serupa yang menimbulkan korban jiwa tidak terulang.
Inti dari penertiban OJK ini adalah menegaskan prinsip bahwa Pemberi pinjaman atau kreditur tidak boleh melepaskan tanggung jawab kepada pihak ketiga yang melakukan penagihan.
Hal ini memastikan bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum, baik dalam konteks penagihan maupun pengeroyokan seperti yang terjadi di Kalibata, akan membawa konsekuensi bukan hanya bagi pelaku di lapangan, tetapi juga bagi institusi pemberi pinjaman yang mendelegasikan tugas tersebut.
BERITA TERKAIT: