Managing Director Danantara, Febriany Eddy, menjelaskan bahwa 21 program ini dipilih berdasarkan tingkat urgensi dan risiko jika restrukturisasi ditunda.
"Itu yang urgent, important, yang memang kalau tidak dilakukan restrukturisasi tahun ini, maka tahun depan dia mungkin akan lebih sulit untuk diresolusikan," ujar Febriany, dalam keterangannya yang dikutip redaksi di Jakarta, sabtu 15 November 2025.
Langkah ini mendukung rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memangkas jumlah BUMN dari 1.000 menjadi 200 perusahaan, guna menghilangkan unit usaha yang tidak relevan dan berpotensi membebani keuangan.
Febriany mencontohkan restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Danantara menyuntikkan modal senilai Rp23,67 triliun untuk memulihkan keuangan dan operasional Garuda Group, termasuk Citilink. Dana ini disetujui melalui RUPSLB skema PMTHMETD.
Rinciannya, dari total dana Rp23,67 triliun itu, sebesar Rp8,7 triliun akan digunakan untuk modal kerja Garuda, termasuk perawatan armada. Sementara, Rp14,9 triliun digunakan untuk Citilink, terdiri atas Rp11,2 triliun modal kerja dan Rp 3,7 triliun untuk pembayaran tunggakan pembelian bahan bakar avtur selama periode 2019-2021.
Mayoritas dana tersebut difokuskan pada perawatan pesawat agar armada yang grounded bisa kembali terbang.
"Transformasi Garuda bukan cuma sekadar transformasi neraca.. Jadi ada injeksi untuk Garudanya sendiri, kemudian ada juga ke Citilink, kemudian ada juga inbreng lahan dari GMF AeroAsia," jelas Febriany.
Danantara memastikan semua dana restrukturisasi diawasi secara ketat agar tepat sasaran, terutama pada BUMN dengan tekanan finansial tinggi.
BERITA TERKAIT: