Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup di 65,50 Dolar AS per barel, turun 1,49 Dolar AS atau 2,22 persen. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga jatuh ke 61,87 Dolar AS, turun 1,61 Dolar AS atau 2,54 persen.
Pasar minyak terguncang setelah laporan terbaru menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS melambat tajam. Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, jumlah pekerjaan baru di luar sektor pertanian (nonfarm payrolls) hanya bertambah 22.000 pada Agustus, jauh di bawah perkiraan analis sebesar 75.000.
Data itu juga jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan 79.000 pekerjaan pada Juli. Para ekonom sebelumnya memperkirakan pasar kerja masih cukup kuat, namun kenyataannya menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
“Harga minyak mulai turun sejak muncul kabar soal OPEC. Laporan ketenagakerjaan ini tidak membantu, malah menunjukkan pasar sedang melemah," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Selain data tenaga kerja yang buruk, pasar juga khawatir akan adanya kelebihan pasokan minyak.
Persediaan minyak mentah AS pekan lalu naik 2,4 juta barel, padahal para analis sebelumnya memprediksi akan ada penurunan stok.
Kekhawatiran ini semakin besar setelah muncul laporan bahwa delapan negara anggota OPEC+ sedang mempertimbangkan meningkatkan produksi minyak pada pertemuan Minggu, 7 September 2025.
Jika keputusan itu diambil, maka OPEC+ akan mengakhiri lebih awal kebijakan pemangkasan produksi sebesar 1,65 juta barel per hari, atau sekitar 1,6 persen dari total permintaan minyak dunia.
“Jika delapan negara OPEC+ benar-benar sepakat menaikkan produksi, harga minyak bisa tertekan lebih jauh karena risiko surplus pasokan akan semakin besar," menurut analis dari Commerzbank.
Laporan pekerjaan yang lemah ini juga menambah tekanan pada Federal Reserve untuk memangkas suku bunga demi menjaga pertumbuhan ekonomi. Namun, ketidakpastian soal pasokan energi membuat pasar tetap bergejolak.
BERITA TERKAIT: