Seperti dikutip dari AFP, delisting tersebut terjadi akibat Evergrande terlilit utang dan sedang dalam proses likuidasi imbas krisis properti di negara Tirai Bambu.
Adapun rencana delisting ini telah diumumkan sejak awal bulan ini, atas keputusan dari Bursa Efek Hong Kong.
Sebelumnya, Evergrande pernah menjadi pengembang terbesar di China. Nilai perusahaan sempat menyentuh 50 miliar Dolar AS (Rp813 triliun). Namun, perusahaan tersebut mengalami gagal bayar utang pada 2021.
Pada 2020, Pemerintah China membatasi pinjaman berlebihan di sektor properti. Langkah ini membuat sejumlah perusahaan real estat mengalami krisis utang, termasuk Evergrande.
Untuk itu, pengadilan Hong Kong mengeluarkan perintah likuidasi pada 2024.
Sektor properti China sendiri masih mengalami kesulitan hingga saat ini. Berdasarkan data resmi yang dirilis awal bulan ini, harga rumah baru di 70 kota di China kembali mengalami penurunan pada Juli 2025.
BERITA TERKAIT: