Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pembangunan PLTN itu merupakan bagian dari penambahan pembangkit listrik yang berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Saat ini, pemerintah terus mempelajari teknologi yang akan digunakan untuk pembangunan PLTN yang rencananya menggunakan konsep small modular reactor (SMR).
Tinjauan pun dilakukan ke sejumlah negara untuk mempelajari SMR. Nyatanya, hanya China dan Rusia yang memiliki teknologi SMR.
"Jadi, untuk teknologi yang ditawarkan itu ada dari China atau dari Rusia," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat 20 Juni 2025.
Selain mempertimbangkan kecocokan teknologi yang akan digunakan Indonesia, ia menambahkan, pembangunan PLTN juga harus mampu memenuhi syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sekitar 40 persen.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, termaktub target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Dari target tersebut, pemerintah berencana membangun PLTN dengan kapasitas sebesar 500 megawatt (MW).
Sebesar 250 megawatt (MW) akan dibangun di Sumatera dan 250 MW sisanya akan dibangun di Kalimantan.
"Jadi, untuk 500 MW ini, kami akan mencoba untuk melihat apakah menggunakan teknologi SMR (small modular reactor/reaktor modular kecil) atau large scale," ujar Yuliot.
BERITA TERKAIT: