MITI:

Pemerintah Sebaiknya Jangan Paksakan Proyek DME

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Selasa, 27 Mei 2025, 06:21 WIB
Pemerintah Sebaiknya Jangan Paksakan Proyek DME
Proyek DME/Bloomberg
rmol news logo Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto, meminta pemerintah cermat dalam mewajibkan PT. Bukit Asam (PTBA) untuk memproduksi dimethyl ether (DME), sebagai pengganti gas LPG, khususnya perhitungan ekonominya.

Meski soal pendanaan akan ditangani Danantara, sehingga tidak tergantung pada pihak asing, namun tetap saja kalkulasi ekonominya harus jelas.  

“Bila tidak akurat dikhawatirkan yang akan menjadi korban adalah rakyat yang menggunakan gas melon LPG tiga kilogram, karena mahalnya harga DME atau subsidi pemerintah yang membengkak,” ungkap Mulyanto dalam keterangannya, Senin malam, 26 Mei 2025.  

“Sebaiknya program DME tersebut tidak dipaksakan. Apalagi dengan ancaman akan diambil sebagian wilayah operasi PTBA. Pemerintah harus cermat betul dan menegaskan pentingnya menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan ruang fiskal negara,” tambahnya. 

Menurut Mulyanto, diketahui selama ini data perhitungan ekonomi proses gasifikasi batu bara untuk menghasilkan DME masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga LPG.

"Kalau secara ekonomi tidak menguntungkan jangan dipaksakan. Nanti malah negara harus mengalokasikan subsidi dari APBN untuk produksi DME. Ini sama saja memindahkan beban dari satu kantong ke kantong lainnya,” ujarnya. 

Anggota Komisi VII DPR RI periode 2019–2024 itu tidak menampik bahwa ide memproduksi DME dari batu bara memiliki manfaat strategis. Selain dapat menjaga serapan batu bara domestik seiring dengan penutupan PLTU secara bertahap, langkah ini juga dinilai mampu menekan impor LPG serta subsidi untuk gas melon tiga kilogram. 

Namun ia menegaskan, keputusan investasi tetap harus berdasarkan pada kelayakan teknologi dan keekonomiannya. 

Untuk diketahui MIND ID, holding BUMN dari PTBA, menyampaikan bahwa hasil kajian awal menunjukkan biaya produksi DME jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga impor LPG. Temuan ini menimbulkan keraguan terhadap keekonomian proyek DME. 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan proyek pengganti gas LPG itu rencananya akan menjadi mandatori atau penugasan wajib ke PT Bukit Asam (PTBA).  Kalau tidak tidak mau menjalankan akan diambil sebagian wilayah operasinya.  Apalagi sumber pendanaan proyek DME ini sekarang tidak bergantung ke pihak asing, tetapi ditangani Danantara. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA