Ada Banyak Kerja Keras untuk Bisa Membangkitkan Lagi Ekonomi RI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 01 April 2025, 09:11 WIB
Ada Banyak Kerja Keras untuk Bisa Membangkitkan Lagi Ekonomi RI
Presiden Prabowo Subianto/Net
rmol news logo Prospek ekonomi global telah memburuk sejak kemenangan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden Indonesia. 

Sebuah artikel di Bloomberg menyoroti bagaimana Prabowo berupaya membangun kembali Indonesia dan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal yang ternyata tidak berjalan dengan baik. 

“Rupiah adalah mata uang Asia dengan kinerja terburuk tahun ini, merosot hampir 3 persen terhadap Dolar AS,” tulis artikel tersebut, dikutip Selasa 1 April 2025.

Hampir setiap hari Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral "dengan berani" campur tangan di pasar valuta asing dan obligasi. 

“Ini akan meredam kerugian tetapi tidak mencegahnya,” kata artikel itu. 

Artikel tersebut mencatat, pada 25 Maret, Rupiah jatuh ke level terendah sejak 1998, ketika kerusuhan yang dipicu oleh Krisis Keuangan Asia menjatuhkan kepemimpinan Presiden Suharto. 

Indeks saham utama Jakarta turun sekitar 8 persen pada kuartal pertama dan mengalami beberapa penurunan tajam setiap hari dalam dua minggu terakhir. 

“Tidak ada yang salah dengan pemimpin mana pun yang menginginkan ekonomi menjadi jauh lebih baik. Indonesia telah meningkatkan kemakmuran dan standar hidup sejak keruntuhan finansial dan politik yang dahsyat pada akhir tahun 1990-an,” ulas artikel itu. 

Produk domestik bruto (PDB) tumbuh pada rata-rata tahunan yang yaitu sekitar 5 persen dalam dekade terakhir. Namun, bagi Prabowo, Indonesia perlu meningkatkan angka itu. Orang nomor satu itu menargetkan 8 persen. 

Padahal, menurut artikel itu, tidak ada ekonomi yang tumbuh secepat itu.

“Negara harus memainkan peran yang sangat besar jika pertumbuhan ingin mendekati tujuannya,” kata artikel itu. 

Beberapa rintangan menjadi penghalang target tersebut, salah satunya adalah kebijakan fiskal. 

Pada pemerintahan sebelumnya, berturut-turut pemerintah membatasi defisit anggaran hingga 3 persen dari PDB. 

“Kesetiaan terhadap batasan itulah yang membuat Indonesia mendapatkan kredibilitas selama bertahun-tahun,” tulis artikel itu. 

Prabowo ingin menghancurkan substansi pembatasan ini sambil tetap mengklaim bahwa ia masih mematuhinya. Ada ketegangan antara naluri populis dan otoriternya dan kebutuhan ekonomi saat ini. 

Di akhir 2024 gonjang-ganjing kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) telah membuat pasar bergejolak.  Keputusan yang telah direncanakan sejak lama itu pada akhirnya terpaksa dibatalkan. 

Pembatalan kenaikan PPN ini pun berimbas dengan diberlakukannya penghematan di semua sektor.  Anggaran Kementerian pun tak lepas dari sasaran Prabowo.

“Poin terakhir ini sangat meresahkan, mengingat salah satu kelemahan negara ini adalah infrastruktur yang tidak memadai," kata artikel itu.

Pergeseran ini mengejutkan karena dua pendahulunya, Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono, sebagian besar menyerahkan pengelolaan ekonomi sehari-hari kepada teknokrat berbakat yang tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana menyampaikannya.

Di tengah gonjang-ganjing tersebut, ada kabar bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  akan mengundurkan diri. Kabar itu menjadi kekhawatiran oleh investor. 

Penurunan suku bunga oleh BI juga dianggap mengejutkan. 

“Sungguh mengejutkan bahwa setelah kegagalan pajak, otoritas tersebut berbalik arah dan menurunkan suku bunga,” kata artikel itu.

Kinerja BI dipandang masih jauh dari harapan untuk bisa meyakinkan investor. 

Padahal, di  2023, Indonesia mendapatkan kembali statusnya sebagai ekonomi berpendapatan menengah ke atas. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA