Sebelumnya Trump disebutkan telah berkompromi dengan Kanada dan Meksiko dengan menunda penerapan penaikkan tarif masuk yang sebelumnya ditetapkan sebesar 25 persen. Kebijakan tersebut kemudian ditunda hingga sebulan menyusul digelarnya pembicaraan Gedung Putih dengan pimpinan kedua negara tetangga AS tersebut.
Namun penaikkan tarif atas produk China tetap berlaku sebagaimana ditetapkan, dan pihak pemerintahan China masih belum terlihat memberikan reaksi keras. Upaya China meredam tensi ini kemudian direspon positif pelaku pasar karena dinilai menghindarkan dari tensi lebih buruk. Posisi Indeks Dolar AS kemudian menurun sebagai imbas naiknya nilai tukar mata uang utama dunia pada sesi perdagangan Rabu malam waktu Indonesia Barat.
Namun gerak penguatan mata uang utama dunia terlihat kesulitan bertahan hingga sesi perdagangan Kamis 6 Februari 2025 di Asia. Mata uang Asia akhirnya justru kembali mengalami tekanan jual di sepanjang sesi hari ini. Pantauan menunjukkan, seluruh mata uang Asia yang kompak menjejak zona pelemahan dalam rentang bervariasi.
Terlebih pada mata uang India, Rupee di mana sentimen domestik dari ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral negeri itu, RBI terkesan tinggal menunggu waktu. Akibatnya, nilai tukar Rupee kembali terperosok merah untuk sekaligus kembali mencetak rekor terlemah barunya sepanjang sejarah di 87,5800 per Dolar AS.
Sementara kinerja tersuram mata uang Asia kali ini terjadi pada Baht Thailand yang terhajar koreksi paling curam di Asia. Mata uang negeri tetangga itu hingga sore ini masih terkapar lebih dari 0,8 persen.
Tekanan jual dalam rentang moderat terjadi pada Rupiah, usai berhasil mencetak penguatan moderat di sesi perdagangan kemarin. Rupiah terpantau konsisten menginjak zona merah di sepanjang sesi hari ini, dan hingga ulasan ini disunting masih bertengger di kisaran Rp16.325 per Dolar AS atau melemah 0,28 persen. Tinjauan RMOL memperlihatkan, Rupiah yang sempat berupaya menginjak zona penguatan tipis namun dengan segera beralih merah seiring dengan sentimen suram di Asia.
Tiadanya sentimen domestik yang tersedia membuat Rupiah dipaksa mengikuti tren pelemahan yang sedang berlangsung di pasar global dan Asia. Sementara sentimen regional yang datang dari India menyangkut penurunan suku bunga dan neraca dagang dari Australia justru memicu tekanan jual semakin bertahan pada mata uang Asia.
Sentimen positif dari upaya China meredam tensi dagang yang gagal bertahan di sesi perdagangan Asia berkontribusi pada sulitnya Rupiah terhindar dari zona merah.
BERITA TERKAIT: