Dikutip dari
Reuters, harga minyak mentah Brent naik 2,11 Dolar AS atau 2,64 persen, menjadi 82,03 Dolar AS per barel, tertinggi sejak Agustus 2024. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 2,54 Dolar AS atau 3,28 persen, menjadi 80,04 Dolar AS per barel, tertinggi sejak Juli 2024.
Menurut laporan Badan Informasi Energi AS (EIA), persediaan minyak mentah AS turun ke level terendah sejak 2022, disebabkan oleh peningkatan ekspor dan penurunan impor. Namun, persediaan bensin dan distilat meningkat lebih dari yang diperkirakan.
Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, menyatakan bahwa penurunan stok minyak mentah terutama disebabkan oleh dinamika impor dan ekspor.
"Penarikan minyak mentah sebagian besar disebabkan oleh dinamika impor-ekspor," kata Yawger.
Sanksi terbaru AS terhadap Rusia, yang diumumkan pada 15 Januari 2025, menargetkan hampir 100 entitas Rusia, termasuk bank dan perusahaan energi, sebagai respons terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Langkah ini bertujuan meningkatkan risiko sanksi sekunder bagi entitas Rusia yang krusial.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bahwa sanksi ini dapat menyebabkan gangguan signifikan pada rantai pasokan minyak Rusia.
"Sanksi terbaru Amerika Serikat terhadap ekspor minyak Rusia berpotensi menyebabkan gangguan masif pada rantai pasokan minyak negara tersebut," menurut laporan bulanan IEA.
Selain itu, kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza, yang mencakup pertukaran tahanan, turut mempengaruhi pergerakan harga minyak.
"Kekhawatiran atas gangguan pasokan mereda dengan tercapainya kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.
BERITA TERKAIT: