Sentimen dari kembali lesunya sesi perdagangan di Wall Street menjadi latar sikap pelaku pasar untuk beralih pesimis.
Serangkaian laporan yang berhasil dihimpun menunjukkan, sentimen kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS yang masih menyita perhatian investor.
Namun kecenderungan pelaku pasar untuk menahan diri dari aksi akumulasi lebih lanjut di Wall Street akibat rilis data inflasi terkini yang dinilai tak akan memberikan perubahan pada kebijakan The Fed.
Aksi akumulasi tertahan, dan gerak jndeks di rentang moderat menjadi sulit dihindarkan. Hingga sesi perdagangan ditutup, indeks DJIA (Dow Jones Industrial Average) naik tipis 0,11 persen di 43.958,19, sementara indeks S&P500 naik sangat tipis 0,02 persen di 5.985,38 dan indeks Nasdaq yang tergelincir turun moderat 0,2 persen di 19.230,72.
Penutupan Wall Street ini akhirnya dinilai sebagai sikap ragu investor dalam mengambil langkah, dan pelaku pasar di Asia akhirnya terseret dalam keraguan tersebut.
Kebimbangan di Asia terlihat dari kecenderungan indeks yang terjebak di rentang sempit pada sepanjang sesi perdagangan hari ini.
Minimnya sentimen yang tersedia menambah sulit pelaku pasar untuk keluar dari keraguan. Hingga sesi perdagangan berakhir, indeks Nikkei (Jepang) turun 0,48 persen di 38.535,7, sedangkan indeks ASX200 (Australia) menguat 0,37 persen di 8.224 dan indeks KOSPI (Korea Selatan) flat alias naik sangat tipis 0,07 persen di 2.418,86.
Situasi yang cenderung kurang bersahabat tersebut kemudian bertaransformasi dalam menjadi sikap pesimis di bursa saham Indonesia.
Pelaku pasar di Jakarta terkesan mencoba memaksimalkan tekanan jual usai tertahan di sesi perdagangan kemarin. Tekanan jual yang menderas kemudian menghajar IHSG jatuh dalam jurang koreksi.
Pantauan memperlihatkan, kinerja IHSG yang konsisten menginjak zona pelemahan signifikan di sepanjang sesi perdagangan hari ini.
IHSG kemudian menutup sesi dengan runtuh curam 1,29 persen di 7.214,56 atau semakin meninggalkan level psikologis nya di 7.300.
Pantauan lebih jauh menunjukkan, kinerja saham unggulan yang berkontribusi sangat signifikan pada kemerosotan IHSG kali ini.
Hampir seluruh saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan terjungkal curam, seperti: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, TLKM, ASII, INDF, ICBP, ADRO, UNTR, LSIP, JSMR serta PGAS.
Empat Saham Bakrie BertumbanganSaham unggulan tercatat hanya menyisakan ITMG dan ISAT yang masih mampu bertahan di zona hijau. Pantauan terkait juga memperlihatkan, keruntuhan IHSG yang juga dikontribusi cukup signifikan oleh kinerja saham-saham group Bakrie.
Empat saham grup konglomerasi Bakrie kompak berbalik rontok tajam di sesi kali ini, yaitu BUMI turun 1,82 persen di Rp161, BRMS turun 5,45 persen di Rp416, DEWA turun 8,82 persen di Rp124, dan ENRG turun 4,22 persen di Rp272.
Catatan juga menunjukkan, BRMS dan BUMI yang masuk dalam empat besar saham teraktif ditransaksikan berdasar nilai perdagangan.
Catatan
RMOL menunjukkan, gerak runtuh saham-saham Bakrie yang bisa dinilai sekedar koreksi teknikal akibat telah menjalani serangkaian lonjakan sangat tajam dalam beberapa pekan terakhir.
Trump Persulit RupiahSituasi seiring juga terjadi di pasar valuta, di mana nilai tukar Rupiah kembali terhajar tekanan jual cukup signifikan.
Rupiah yang sempat berupaya kukuh bertahan di zona penguatan tipis pada sesi perdagangan kemarin, kini harus turut terseret suram bersama seluruh mata uang Asia.
Pantauan menunjukkan, kinerja nilai tukar mata uang utama dunia yang kembali anjlok pada sesi perdagangan Rabu malam waktu Indonesia Barat.
Kerontokan mata uang utama dunia tersebut masih berlanjut hingga sesi perdagangan di Asia siang ini.
Sentimen kemungkinan kebijakan yang diambil Trump masih menjadi keprihatinan pelaku pasar. Nilai tukar Euro, Poundsterling, Dolar Kanada dan Dolar Australia kompak mencetak titik terlemah barunya dan bertahan hingga sore ini.
Sementara sentimen dari rilis data inflasi terkini AS yang sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar gagal menyelamatkan pasar global dari sikap pesimis.
Laporan sebelumnya menyebutkan, otoritas AS yang mengklaim inflasi sebesar 0,3 persen pada Oktober lalu. Besaran inflasi tersebut diyakini akan mengukuhkan langkah The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam kisaran moderat.
Namun sentimen kemenangan Trump dengan mudah menepis sentimen kinerja inflasi tersebut.
Konsekuensinya, mata uang Asia tidak memiliki pilihan untuk turut terhajar koreksi meski telah melemah di sesi perdagangan kemarin.
Kinerja tersuram Asia dicatatkan mata uang Ringgit Malaysia yang sempat rontok hingga kisaran 0,9 persen. Rupiah, yang pada sesi kemarin mampu bertahan di zona kenaikan tipis, akhirnya tak berdaya jatuh dalam jurang koreksi. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat diperdagangkan di kisaran Rp15.850 per Dolar AS atau runtuh signifikan 0,51 persen.
Tiadanya suntikan sentimen domestik semakin mengukuhkan sikap pelaku pasar untuk jatuh dalam pesimisme sebagaimana telah berlangsung di pasar global.
BERITA TERKAIT: