Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu akan mendorong hilirisasi nikel berkelanjutan.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno mengatakan, hal itu sebagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar sekaligus pemilik cadangan utama nikel dunia.
Menurutnya, dari total 130 juta ton cadangan nikel dunia, sebanyak 55 juta ton atau setara 42 persennya tersimpan di Indonesia. Ekspor nikel Indonesia pada 2023 mencapai Rp106,59 triliun.
"Hilirisasi nikel secara berkelanjutan jadi salah satu fokus utama mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen. Tantangannya, bagaimana memastikan pemerintah Indonesia ke depannya melaksanakan hilirisasi nikel secara berkelanjutan," papar Eddy di Jakarta, dikutip Selasa (1/10).
Industri pengolahan hasil tambang atau smelter nikel bermunculan di Indonesia seiring dengan larangan ekspor nikel mentah sejak 1 Januari 2020. Peningkatan kapasitas smelter berdampak signifikan bagi peningkatan produksi dan pasokan nikel Indonesia di pasar global.
Pada 2023, pasokan nikel Indonesia membanjiri 55 persen pasokan global dan diperkirakan naik menjadi 64 persen sepanjang 2024.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center (KIC), dalam 5-10 tahun ke depan, pasokan nikel dari Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan mendominasi.
Menurut Eddy, hilirisasi mineral, terutama nikel, bukan hanya strategis untuk meningkatkan nilai tambah, melainkan juga menjadi motor penggerak transisi energi melalui ekosistem kendaraan listrik.
"Indonesia berpotensi besar untuk memimpin pasar global hilirisasi nikel, termasuk baterai untuk kendaraan listrik. Ini sejalan dengan kebutuhan dunia terhadap kendaraan listrik," terangnya.
Namun, Indonesia menghadapi tantangan dalam memastikan proses hilirisasi nikel dan transisi energi agar tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan prinsip-prinsip environmental, social, governance (ESG).
Eddy mengatakan, untuk itu pemerintahan baru harus mengadopsi energi terbarukan untuk menekan emisi pengelolaan smelter. Pemerintah perlu merevisi Perpres 112 Tahun 2022 yang mendorong pengelolaan smelter dengan menggunakan energi batu bara diganti dengan energi terbarukan.
BERITA TERKAIT: