Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo mengatakan, rata-rata masyarakat Indonesia saat ini masih kekurangan protein dalam mewujudkan generasi emas. Berdasarkan data BPS 2023, asupan protein masih sekitar 62,3 gram/kapita/hari, masih berada di bawah Kamboja, Thailand dan Filipina.
Untuk mewujudkan generasi emas, sambungnya dibutuhkan asupan protein di atas 100 gram/kapita/hari. Untuk itu, pihaknya mendukung penuh program makanan bergizi yang dicanangkan Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran, dengan meningkatkan asupan protein ke tengah masyarakat, khususnya melalui produk susu ikan.
"Asupan berbasis ikan, memiliki kandungan yang tidak kecil sebagai pendukung pertumbuhan otak, misalnya dalam mengatasi stunting," kata Budi Sulistyo dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (18/9).
Mengenai pengembangan susu ikan ini, dukungan terus diberikan. Di antaranya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), permudah perizinan, memfasilitasi pelaku usaha dengan investor dan program modal usaha, serta menghubungkan ke pemerintah daerah maupun nelayan lokal selaku penyuplai bahan baku produksi. Termasuk mendekatkan industri dengan sumber bahan baku.
Budi optimis pengembangan usaha susu ikan akan memberikan
multiplier effect yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, serta mendorong peningkatan asupan protein nasional.
"Selain berdampak terhadap memerangi stunting dan membangun generasi tangguh, kuat dan cerdas, susu ikan juga berdampak pada UMKM dan tenaga kerja," jelasnya.
Founder Berikan Protein, Yogie Arry menjelaskan, pihaknya mendukung pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asupan protein bagi tubug. Berdasarkan data yang dimilikinya, 81 persen orang Indonesia itu defisiensi protein. Padahal, Indonesia memiliki sumber protein berasal dari ikan yang sangat melimpah.
"Data KKP hampir 12 juta ton surplus ikan yang jelas menjadi sumber protein terbaik. Ini harus dimanfaatkan, bangsa kita darurat protein," jelasnya.
Dukungan ini salah satunya melalui inovasi susu ikan yang merupakan hasil dari teknologi Hidrolisat Protein Ikan (HPI). Dalam sebulan pihaknya mampu memproduksi 3.350.000 botol susu ikan.
Usaha yang dirintis tidak hanya mempengaruhi peningkatan asupan protein, tapi juga produktivitas nelayan tradisional.
"Kami bekerjasama dengan nelayan tradisional untuk mendapatkan ikan, banyak ikan hasil tangkapan nelayan yang bisa dimanfaatkan menjadi HPI. HPI itu sumber produksi susu ikan," ungkapnya.
Sementara itu, peneliti ahli utama pada PR BILD, BRIN, Prof. Ekowati Chasanah menuturkan susu ikan tidak dimaksudkan untuk menggantikan susu sapi, melainkan sebagai alternatif atau tambahan yang menawarkan manfaat gizi khusus dari protein ikan.
Produk HPI itu dapat memberikan keunggulan nutrisi tertentu, seperti profil asam amino tertentu yang berbeda atau bioaktivitas, yang tidak tersedia dari susu sapi atau sumber protein lain.
"Dengan demikian, HPI berfungsi untuk melengkapi, bukan menggantikan, sumber protein lain dalam diet masyarakat yang memerlukannya," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: