Komisi XI DPR menyetujui besaran angka tersebut dalam rapat kerja, Kamis (27/6).
Angka itu sebenarnya lebih kecil dari yang diajukan OJK yang dipaparkan dalam rapat sehari sebelumnya, yaitu pada Rabu (26/6), sebesar Rp13.22 triliun.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, mengatakan OJK mengusulkan RKA 2025 sebesar Rp13,22 triliun, meningkat sekitar 64 persen dari RKA 2024, karena tahun depan OJK memiliki dua sumber penerimaan yaitu dari Pungutan 2024 dan Pungutan 2025.
Namun, ketua Komisi XI DPR Kahar Muzakir dalam rapat bersama Dewan Komisioner OJK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, mengatakan ia telah menyetujui besaran angka Rp11,56 dan sudah ketuk palu.
"Karena OJK juga sudah setuju, jadi saya ketok (palu sebagai tanda disetujui) pagu sementara, atau pagu indikatif, yaitu Rp11.557.368.948.861," kata Kahar.
Meskipun begitu, ia mengatakan bahwa pagu yang disetujui hari ini belum final dan hanya akan digunakan dalam laporan nota keuangan yang akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo kepada DPR pada Agustus mendatang.
Ia pun mengatakan bahwa nilai tersebut masih dapat berubah dan baru akan ditetapkan menjadi pagu definitif pada masa sidang September nanti.
“Kita masih punya peluang dari sini ke bulan September, masih bisa berpikir-pikir. Siapa tahu melalui FGD itu, situasi akan menjadi lebih cair lagi. Kan ini semuanya bersifat dinamis,” ujar Kahar Muzakir.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit mengatakan lebih rendahnya pagu indikatif yang disahkan tersebut disebabkan pihaknya melihat masih ada pending issue terkait penyewaan gedung Wisma Mulia 1 yang membuat OJK mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut, lanjutnya, membuat pihaknya menolak usulan penggunaan anggaran sekitar Rp1,2 triliun untuk gedung baru OJK.
Komisi XI DPR juga menolak rencana penggunaan pagu senilai sekitar Rp400 miliar untuk pelaksanaan program kerja OJK karena menilai masih dapat dilakukan efisiensi setelah mempertimbangkan output serta Indikator Kerja Utama (IKU) dari setiap sasaran strategis OJK.
"Kalau kami lihat rinciannya, itu masih bisa diefisienkan anggarannya. Ada yang output-nya peraturan, kajian, dan sebagainya dengan nilai output yang berbeda-beda. Jadi kalau dari sisi tugas, kami meyakini itu masih bisa diefisienkan," ujar Dolfie.
BERITA TERKAIT: