Melalui survei yang dilakukan terhadap hampir 1.500 pakar global, WEF mengantongi sepuluh faktor terjadinya krisis global di tahun ini, di antaranya cuaca ekstrem, disinformasi AI, polarisasi sosial-politik, krisis biaya hidup, dan lain-lain.
Berdasarkan survei kepada 1.490 orang dari kalangan akademisi, pelaku bisnis, pemerintah, organisasi internasional, dan komunitas masyarakat sipil yang tersebar secara global, mayoritas atau 66 persen responden meyakini bahwa cuaca ekstrem akan menjadi hal yang paling berisiko menimbulkan krisis global pada 2024.
Adapun cuaca ektrem itu terlihat dari kondisi panas yang sempat memecahkan rekor pada 2023, dengan banyaknya kekeringan, kebakaran hutan, dan banjir yang terjadi sepanjang tahun lalu.
Selanjutnya, disusul oleh disinformasi atau informasi menyesatkan yang diciptakan artificial intelligence (AI), yang diyakini 53 persen responden akan menyebabkan risiko krisis global.
Kemudian, 46 persen responden meyakini polarisasi soial-politik akan memicu konflik global.
"Ketika polarisasi semakin berkembang dan risiko teknologi masih belum terkendali, maka 'kebenaran' akan mendapat tekanan," bunyi laporan tersebut, yang dikutip Jumat (19/1).
Selain itu krisis biaya hidup (42 persen), serangan siber (39 persen), hingga penurunan ekonomi (33 persen) juga menjadi faktor krisis global.
Ada pula yang menganggap dunia bisa dilanda krisis akibat gangguan rantai pasokan sumber daya (25 persen), eskalasi konflik bersenjata antarnegara (25 persen), serangan terhadap infrastruktur penting (19 persen), serta gangguan pasokan pangan (18 persen).
BERITA TERKAIT: