Menawarkan harga lebih rendah dan persediaan yang melimpah telah membantu menjadikan India sebagai salah satu pengirim barang terbesar secara global selama dekade terakhir, yang baru-baru ini menyumbang hampir 40 persen dari total pengiriman. Negara-negara Afrika seperti Benin dan Senegal termasuk di antara pembeli terbesar.
Namun, Perdana Menteri Narendra Modi, yang akan mencalonkan diri kembali tahun depan, telah berulang kali memperketat pembatasan pengiriman dalam upaya untuk mengekang kenaikan harga domestik dan melindungi konsumen India.
“Selama harga beras dalam negeri menghadapi tekanan ke atas, pembatasan tersebut kemungkinan akan tetap ada,” kata Sonal Varma, kepala ekonom untuk India dan Asia selain Jepang di Nomura Holdings Inc, seperti dikutip dari
AFP, Senin (20/11).
“Bahkan setelah pemilu, jika harga beras dalam negeri tidak stabil , tindakan ini kemungkinan akan diperpanjang," ujarnya.
India telah memberlakukan bea ekspor dan harga minimum, sedangkan varietas beras putih pecah dan non-basmati tidak dapat diekspor. Harga melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun pada bulan Agustus sebagai respons terhadap hal ini, karena pembeli dari negara pengimpor yang paling rentan menahan pembelian.
BV Krishna Rao, Presiden Asosiasi Eksportir Beras, yang mewakili pengirim beras di India, memaklumi langkah Modi.
"Pemerintahan Modi ingin memastikan pasokan yang cukup di dalam negeri dan meredakan kenaikan harga," katanya.
Dia mengatakan pemerintah kemungkinan akan mempertahankan pembatasan ekspor sampai pemungutan suara tahun depan.
Kedatangan El Nino, yang biasanya menyebabkan layunya tanaman di Asia, mungkin akan semakin memperketat pasar beras global pada saat stok beras dunia sedang menuju penurunan tahunan ketiga berturut-turut.
Di Thailand, pemerintah mengatakan produksi padi di negara eksportir nomor dua itu kemungkinan akan turun 6 persen pada tahun 2023-2024 karena cuaca kering.
“Beras itu sulit karena pemasok lain tidak banyak,” kata Joseph Glauber, peneliti senior di Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional di Washington.
"India meninggalkan lubang besar yang harus diisi,” tambahnya.
Yang lebih memperumit masalah adalah kegelisahan atas hasil panen India yang menambah kehati-hatian para pembuat kebijakan. Panen yang ditanam pada musim hujan mungkin turun hampir 4 persen dari tahun sebelumnya karena curah hujan yang tidak merata, menurut perkiraan kementerian pertanian.
Curah hujan kumulatif pada periode monsun dari bulan Juni hingga September merupakan yang terlemah dalam lima tahun terakhir.
Juru bicara Kementerian Pangan dan Perdagangan India mengatakan pemerintah terus mengawasi harga pangan dan keputusan ekspor yang tepat akan diambil pada waktu yang tepat, dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen dan juga kepentingan petani.
Industri beras Amerika menyayangkan keputusan India, mengatakan larangan ekspor sebenarnya tidak diperlukan.
“India memiliki stok lebih dari cukup saat ini,” kata Peter Bachmann, presiden dan CEO USA Rice.
“Meskipun eksportir kami (dan eksportir besar lainnya di Asia) mendapatkan keuntungan dalam jangka pendek, ketika India mencabut larangan ekspor dalam beberapa bulan mendatang, mereka sekali lagi akan mendistorsi harga dunia secara signifikan," ujarnya.
BERITA TERKAIT: