Hal ini sebelumnya diungkapkan oleh pengamat Bagindo Togar, kepada
Kantor Berita RMOLSumsel. Menurutnya perusahaan cenderung terkesan mementingkan profit daripada lingkungan.
Mengingat, raihan ini bukan yang pertama melainkan yang kedua secara berturut-turut yang didapat oleh perusahaan plat merah yang bergerak di industri maritim itu.
Menjawab hal ini, beberapa waktu lalu Pelindo II telah menyampaikan pernyataan resmi kepada awak media. Dalam pernyataan itu, perusahaan telah bekerja keras sejak tahun 2021 untuk memenuhi standar proper Kementerian LHK.
Mulai dari program pengoperasian fasilitas limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berupa bangunan Reception Facility; Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bahkan pendampingan Proper Lingkungan oleh Perusahaan berskala Internasional.
Dalam keterangan tersebut, Pelindo II juga mengakui kalau berdasarkan hasil evaluasi, dari lima aspek penilaian, hanya tiga aspek yang terpenuhi. Sehingga berbagai upaya kedepan akan terus dilakukan untuk perbaikan.
Melansir dari situs Pelindo, untuk mengelola kepelabuhanan di Indonesia, dibentuk 4 pelindo yang terbagi berdasar wilayah yang berbeda. Pelindo I misalnya mengelola pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau. Pelindo I dibentuk berdasar PP No.56 Tahun 1991, sedang nama Pelindo I ditetapkan berdasar Akta Notaris No.1 tanggal 1 Desember 1992.
Pelindo II mengelola pelabuhan di wilayah 10 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. Pelindo II dibentuk berdasar PP No.57 Tahun 1991, Pelindo II Persero) didirikan berdasar Akta Notaris Imas Fatimah SH, No.3, tanggal 1 Desember 1992.
Pelindo III mengelola pelabuhan di wilayah 7 provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, NTB dan NTT. Pembentukan Pelindo III tertuang dalam Akta Notaris Imas Fatimah, SH No.5 tanggal 1 Desember 1992, berdasar PP 58/1991.
Sedang Pelindo IV mengelola pelabuhan di wilayah 11 provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tengggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Pelindo IV dibentuk berdasar PP No.59 Tanggal 19 Oktober 1991. Sedang akta pembentukannya adalah Akta Notaris Imas Fatimah, SH no,7 tanggal 1 Desember 1992.
Merger atau integrasi keempat Pelindo menjadi satu Pelindo yang kemudian diberi bernama PT Pelabuhan Indonesia ini berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2021 Tentang Penggabungan PT Pelindo I, III, dan IV (Persero) ke Dalam PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).
Pelindo II bertindak sebagai holding induk (perusahaan induk) dan ke-3 Pelindo (I,III, IV) bertindak sebagai sub-holding. Pembentukan sub-holding yang mengelola klaster-klaster usaha ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan Pelindo dan efisiensi usaha.
Berdasarkan Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia nomor : S-756/MBU/10/2021 tanggal 1 Oktober 2021 perihal Persetujuan Perubahan nama, Perubahan Anggaran dasar dan Logo Perusahaan. Sehingga Pelindo II berganti nama menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.
Setelah terintegrasi pada 2021 lalu, Pelindo mempunyai visi untuk menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi berkelas dunia.
Ada empat klaster bisnis utama Pelindo, yaitu Klaster petikemas, Klaster non petikemas, Klaster logistik & pengembangan daerah pesisir (hinterland), dan Klaster kelautan, peralatan, dan pelayanan pelabuhan.
BERITA TERKAIT: