Begitu kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11).
"Kita perluas pasar ekspor ke negara-negara potensial seperti di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika," kata Agus.
Ia menambahkan, produk-produk manufaktur diyakini bakal konsisten memberikan kontribusi terbesar.
"Produk kita sudah memenuhi standar sehingga mampu kompetitif di kancah internasional," imbuhnya.
Faktanya, sepanjang Januari-September 2019, nilai pengapalan produk manufaktur mampu menembus angka 93,7 miliar dolar AS. Jumlah ini menyumbang 75,51 persen dari total ekspor nasional yang mencapai 124,1 miliar dolar AS.
Artinya, menurut Agus, peran hilirisasi industri dalam meningkatkan nilai tambah sudah berjalan dengan baik.
Karena itulah sejumlah sektor manufaktur di Tanah Air tengah digenjot produktivitasnya agar dapat memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Hal ini, seiring dengan adanya peningkatan investasi dalam negeri.
“Contohnya, industri otomotif, makanan dan minuman, serta aneka industri yang mempunyai peluang untuk ditingkatkan ekspornya," kata Agus.
Sementara terkait tekanan terhadap industri manufaktur nasional di tengah kondisi ekonomi global yang tengah menurun ini, Kementerian Perindustrian bermitra dengan Kementerian Perdagangan akan berusaha keras membuka dan memperluas pasar ekspor.
Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa untuk memperdalam struktur manufaktur di dalam negeri sekaligus memperkuat rantai nilai bahan baku seperti industri petrokimia, industri logam dasar, sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, pemerintah memprioritaskan pengembangan lima sektor manufaktur.
Kelima sektor tersebut, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika.
"Ini mampu memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," pungkas Agus.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: