Realisasi pajak dipengaruhi oleh restitusi atau pengembalian pajak yang meningkat sebesar 29,78 persen. Selain itu penurunan harga komoditas juga berimbas negatif pada penerimaan pajak baik migas maupun non migas.
"Harga komoditas cenderung moderasi turun dipasar global, sehingga kalau dilihat pertumbuhan pajak penghasilan (PPh) migas itu negatif 1,8 persen, dan juga pembayaran rutin penerimaan pajak dari sektor tambang dan sawit itu minus 10,11 persen, jadi cukup terpukul," ungkap Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan di Gedung Djuanda I, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Diketahui, realisasi penerimaan pajak utamanya ditopang oleh penerimaan PPh tercatat Rp440,17 triliun atau 49,21 persen dari target APBN 2019. Penerimaan PPh didominasi oleh PPh 25/29 Badan, PPh 21, PPh Final, dan PPh Pasal 22.
Khusus untuk pertumbuhan komponen PPh 21 yang sebesar Rp 91,56 triliun, dipengaruhi oleh faktor kinerja utilisasi tenaga kerja pada sektor usaha Industri Pengolahan, Jasa Keuangan, dan Pertambangan.
Sedangkan pertumbuhan PPh Orang Pribadi (OP) masih dipengaruhi dampak pasca Tax Amnesty berupa pertumbuhan angsuran bulanan dan kurang bayar SPT tahunan 2019.
Sementara itu, masih terdapat tekanan pada pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). Hingga Juli realisasinya baru Rp 249,40 triliun atau merosot 4,55 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, realisasi itu juga baru 38,05 persen dari target APBN 2019.
Tekanan tersebut disebabkan oleh dampak kemudahan restitusi yang dipercepat pada tahun 2019 dan tren penurunan aktivitas impor Indonesia. Selain itu melemahnya Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur global yang terjadi, baik di negara maju maupun berkembang juga berpengaruh terhadap tekanan pertumbuhan pajak.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: