Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku tak patah arang alias menyerah daÂlam mengembangkan keuangan ekonomi syariah di Tanah Air. Bahkan, dia optimistis, market share keuangan ekonomi syaÂriah akan naik signifikan pada 2023. Pada tahun itu, market share-nya diproyeksi sudah 20 persen. Angka tersebut naik signifikan dibanding saat ini yang 8 persen.
"Market share dulu-dulu menÂtok di 5 persen, tetapi dengan berbagai pengembangan ekonoÂmi syariah di luar perbankan dengan penerbitan sukuk dan lain-lain, bisa mulai menyentuh 8 persen tahun ini," ujar Perry saat membuka
Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, kemarin.
Target market share 20 persen itu, kata dia, sudah meliputi pembiayaan, perbankan, keterÂlibatan instrumen pasar modal, dan aspek sosial produktif seperti wakaf dan zakat. DiakuinÂya, ekonomi syariah Tanah Air masih tertinggal dari negara lain. Termasuk dari negara non muslim. Ini bisa dilihat IndoneÂsia belum swasembada terhadap produk halal dan masih menjadi target pasar dari negara lain.
"Tak usah bandingkan dengan negara muslim lain, kita sudah kaÂlah dari Australia yang jadi pengekÂspor terbesar daging sapi dunia. Kita kalah dari Thailand, bahkan kita impor bumbu halal dari sana. Kita juga kalah dari China karena impor pakaian halal dari China. Masa kita harus hijab dan baju koko dari China," kelakar Perry.
BI, lanjutnya, konsisten unÂtuk mengembangkan keuangan ekonomi syariah di Indonesia. ke depan, Indonesia didorong tidak hanya jadi pemakai produk ekonomi syariah, tapi juga harus produksi sendiri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta kepada para otoritas keuangan untuk tidak hanya fokus peningkatan penyaluran pembiayaan dalam meningkatÂkan ekonomi syariah di IndoÂnesia, tapi juga harus mengemÂbangkan sektor riilnya.
Saat ini peluang itu sudah ada, di mana pembiayaan syariah mulai meningkat. Dari beberapa tahun sebelumnya hanya berada di kisaran 5 persen, kini sudah mencapai 5,9 persen. "Perbankan (syariah) kita sebenarnya cukup siap membuka dan kembangkan pembiayaan syariah, yang justru lebih lambat berkembangnya adalah sektor riilnya syariah itu sendiri," kata Darmin.
Sebenarnya, kata dia, modal pengembangan sektor riil syaÂriah sudah ada. Yaitu fasiliÂtas infrastruktur yang sudah dibangun besar-besaran oleh pemerintah. Dengan itu, selain meningkatkan efisiensi logistik, juga meningkatkan daya saing produk-produk halal asal IndoÂnesia itu sendiri.
Bekas Gubernur BI ini berÂharap, ekonomi pesantren juga terus ditingkatkan. Karena ekonomi pesantren ini menÂjadi satu pendorong baru dalam peningkatan pasar dan produk syariah itu sendiri.
"Jadi jangan diselesaikan dari sudut perbankan syariah saja atau pembiayaan syariah, tapi kita bisa mendorong berbagai kegiatan. Coba saja lihat, sauÂdara kita buka restoran halal, memang sudah halal. Hal-hal seperti ini harus dibangun," imbaunya.
Terbitkan SukukDalam pengembangan pasar keuangan syariah, BI bakal menÂempuh jalan dengan menerbitkan sukuk syariah yang berbeda denÂgan yang diterbitkan oleh pemerÂintah guna membiayai proyek inÂfastruktur. Sukuk BI ini ditujukan guna memperluas pendalaman pasar keuangan serta pembiayaan yang berbasis syariah.
Perry menuturkan, instrumen ini bertujuan untuk menambah alternatif instrumen pasar uang syariah yang dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuidiÂtas perbankan. Instrumen sukuk tersebut akan melengkapi instruÂmen moneter syariah BI yang saat ini sudah ada. Misalnya, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah dan repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
"Sukuk BI sekarang sudah dalam proses harmonisasi. BeÂgitu selesai harmonisasi, akan berlaku," ujarnya. DiterbitkanÂnya instrumen-instrumen baru seperti ini, kata Perry, akan menÂjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. ***
BERITA TERKAIT: