Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 hanya tumbuh sebesar 5,17 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan perÂtumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 5,27 persen.
Ekonom
Institute for DevelopÂment of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira AdhinÂegara menilai, pertumbuhan kuartal III-2018 lebih rendah karena terdapat beberapa tanÂtangan seperti penurunan harga komoditas perkebunan seperti sawit dan karet.
"Penurunan harga itu mempenÂgaruhi kinerja ekspor. Makanya kinerja ekspor hanya tumbuh 7,52 persen," ungkap Bhima keÂpada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain itu, papar Bhima, konÂsumsi rumah tangga stagnan di 5,01 persen. Masalah ini perlu menjadi perhatian utama pemerintah karena kontribusÂinya hanya 55,26 persen. Angka tersebut menurun dibanding kuartal III-2017 yakni 55,73 persen. Penurunan ini diluar dugaan karena pada kuartal III-2018 ada pergelaran Asian Games. Momentum itu ternyata tidak besar mendorong konÂsumsi. Hanya berefek lokal di Jakarta dan Palembang saja. Menurutnya, pemerintah harus segera mencarikan solusinya untuk mendorong konsumsi. Apalagi saat ini, masyarakat sedang menghadapi kenaikan bunga kredit, pelemahan kurs rupiah, dan tekanan harga baÂhan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Penyebab lainnya laju ekonoÂmi turun, disebutkan Bhima, dampak kenaikan impor. KeÂnaikannya juga menggerus perÂtumbuhan ekonomi. "Bisa dicek bahwa growth impor 14,06 persen dengan porsi yang makin besar. Impor naik dari 18,84 persen pada kuartal II- 2017 menjadi 22,81 persen pada kuarÂtal III-2018. Ini kan tidak sehat karena kita semakin bergantung pada barang impor," terangnya.
Ketua Umum Asosiasi PenÂgusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, pertumbuhan ekonomi kuartal- III 2018 masih sesuai dengan ekspektasi, kendati lebih rendah dari kuartal sebelumnya.
"Pertumbuhan ekonomi kan diperkirakan sepanjang tahun ini maksimal 5,2 persen," ungkap Hariyadi.
Hariyadi menuturkan, perlamÂbatan pertumbuhan ekonomi seÂjalan dengan proyeksi penurunan kinerja investasi. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi PenaÂnaman Modal (BKPM) realisasi investasi kuartal III-2018 turun 1,6 persen menjadi Rp 173,8 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 176,6 triliun. "Banyak investor dari luar menunda investasi. Penyebabnya macam-macam. Dari dalam negÂeri salah satunya masalah daya beli masyarakat," ujarnya.
Menurut Hariyadi, daya beli masyarakat semua level dari bawah, menengah, dan atas, belum stabil.
Secara umum, Hariyadi meÂmandang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih oke. Pelaku usaha tidak terlalu risau. Karena, realisasinya masih dalam batas prediksi Apindo. "Kalau masih di atas 5 persen, masih sesuai proyeksi teman-teman pelaku usaha," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur PeÂneliti
Center of Reform on EcoÂnomics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjadalam mengaku terkejut dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018. "Kami agak surprise ya, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,17 persen. Karena, banyak yang perkiraan melambat ke kisaran 5,1 - 5,15 persen," katanya.
Dia menyoroti perbedaan data investasi antara BKPM dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan envestasi. Mengacu pada data BPS, inÂvestasi meningkat cukup besar pada kuartal III menjadi 6,96 persen dari kuartal II sebesar 5,87 persen. "Peningkatan itu tidak terprediksi. Kenaikan di luar duÂgaan," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: